Atalarik Syah, wajah tampan yang menghiasi layar kaca Indonesia sejak akhir era 90-an, telah mengukir namanya sebagai aktor dan model papan atas. Namun, di balik gemerlap dunia hiburan, tersimpan kisah pribadi yang penuh lika-liku, terutama setelah perceraiannya dengan aktris Tsania Marwa. Mari kita telusuri perjalanan hidup Atalarik, dari awal karier hingga drama hak asuh anak yang menyita perhatian publik.
Awal Karier dan Kesuksesan di Dunia Sinetron
Lahir di Surabaya, Jawa Timur, Atalarik bukan nama asing di dunia hiburan. Ayahnya, Fritz G. Schadt, adalah seorang sutradara, yang mungkin menjadi salah satu faktor pendorong Atalarik terjun ke dunia seni peran. Ia mengawali karier sebagai model sebelum akhirnya melebarkan sayap ke dunia akting. Debut aktingnya melalui sinetron "Pernikahan Dini" pada tahun 2001 menjadi titik balik yang membuka banyak peluang baginya.
Bakat akting Atalarik yang mumpuni membuatnya laris manis di berbagai judul sinetron. Perannya sebagai Prabu Wijaya dalam "Putri yang Ditukar" (2010-2011) menjadi salah satu puncak kesuksesannya. Sinetron ini tidak hanya populer, tetapi juga mengantarkan Atalarik meraih penghargaan Aktor Terfavorit dalam Panasonic Gobel Awards 2011. Nama Atalarik pun semakin dikenal publik.
Also Read
Pernikahan dan Perceraian yang Kontroversial
Di tengah kariernya yang melesat, Atalarik memutuskan untuk membangun rumah tangga dengan aktris Tsania Marwa pada 10 Februari 2012. Pernikahan mereka awalnya terlihat harmonis dan dikaruniai dua orang anak, Syarif Muhammad Fajri dan Aisyah Shabira. Namun, badai rumah tangga tak terhindarkan. Setelah lima tahun menikah, Tsania menggugat cerai Atalarik pada Maret 2017. Perceraian mereka resmi pada Agustus 2017, dan drama pun dimulai.
Alasan perceraian mereka, menurut Tsania, adalah ketidakcocokan dan masalah internal yang tidak dapat diselesaikan. Perceraian ini mengejutkan banyak pihak, mengingat keduanya terlihat serasi meskipun terpaut usia 18 tahun. Gugatan cerai ini menjadi awal dari babak baru kehidupan Atalarik dan Tsania, terutama dalam hal hak asuh anak.
Perebutan Hak Asuh dan Perjuangan Tsania
Setelah perceraian, hak asuh anak menjadi isu yang tak kunjung usai. Tsania Marwa memenangkan hak asuh atas kedua anaknya di pengadilan, bahkan hingga dua kali. Namun, kenyataannya, Tsania mengalami kesulitan besar untuk bertemu dengan anak-anaknya. Anak-anak mereka tinggal bersama Atalarik, dan Tsania harus berjuang keras untuk bisa bertemu dan menjalin hubungan dengan mereka.
Situasi ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana sebenarnya proses komunikasi dan pertemuan anak dengan ibunya. Atalarik berdalih tidak pernah membatasi pertemuan, tetapi ia tidak mengizinkan Tsania datang ke rumahnya karena sebuah insiden. Pertemuan pun hanya bisa terjadi di lingkungan sekolah saat jam istirahat. Komunikasi terkait anak pun dilakukan melalui guru, bukan langsung antara Atalarik dan Tsania.
Perspektif dan Upaya untuk Anak
Atalarik mengungkapkan bahwa ia telah berkonsultasi dengan psikolog untuk mencari solusi terbaik bagi anak-anaknya. Ia berusaha untuk memahami dan menghargai proses yang harus dilalui anak-anak. Meskipun begitu, ia juga menekankan pentingnya anak-anak menjalin hubungan dengan ibu mereka.
Kisah Atalarik dan Tsania ini memberikan kita pandangan bahwa perceraian tidak hanya memengaruhi kedua orang tua, tetapi juga anak-anak. Perebutan hak asuh seringkali membuat anak menjadi korban dari ego dan masalah orang tua. Penting bagi orang tua untuk mengutamakan kepentingan anak, dan berusaha mencari solusi terbaik yang tidak merugikan perkembangan mental dan emosional mereka.
Kasus Atalarik Syah dan Tsania Marwa ini menjadi pengingat, bahwa di balik kehidupan selebriti yang tampak glamor, ada drama dan perjuangan yang harus mereka hadapi. Semoga dari kisah ini, kita bisa belajar untuk lebih bijak dalam menghadapi konflik dan mengutamakan kepentingan anak di atas segalanya. Mari kita berharap agar permasalahan mereka dapat segera diselesaikan dengan kekeluargaan, demi kebaikan anak-anak mereka.