Lagu "Fourth of July" karya Sufjan Stevens bukan sekadar melodi sendu, melainkan sebuah fragmen percakapan di ambang kematian. Dirilis dalam album "Carrie & Lowell" pada tahun 2015, lagu ini merekam momen terakhir Sufjan bersama ibunya, Carrie, sebelum kepergiannya akibat kanker lambung. Lebih dari sekadar lagu perpisahan, "Fourth of July" adalah sebuah eksplorasi tentang cinta, penyesalan, dan penerimaan di hadapan akhir hayat.
Lagu ini bukan monolog, melainkan dialog yang dibangun melalui lirik-lirik puitis. Kita seolah mendengar pergantian suara antara Sufjan dan ibunya, sebuah percakapan yang terasa intim dan sekaligus menyakitkan. Lirik-lirik seperti "Apakah aku bisa menjadi langit di Hari Kemerdekaan?" atau "Elang kecilku, mengapa kamu menangis?" menciptakan kesan percakapan yang penuh pertanyaan dan kerinduan.
Sufjan, dalam beberapa wawancara, menceritakan bahwa momen ini terjadi saat ibunya terbaring di rumah sakit, dalam kondisi sakit parah dan di bawah pengaruh obat-obatan. Baginya, menyaksikan kematian ibunya begitu dekat adalah pengalaman yang menghantui. Ia mempertanyakan bagaimana cara mengungkapkan cinta kepada seseorang yang sekaligus terasa asing di akhir hidupnya. Ibunya, Carrie, diketahui mengalami masalah depresi, skizofrenia, dan alkoholisme, dan sempat meninggalkan keluarga ketika Sufjan masih kecil. Jarak dan luka masa lalu inilah yang membuat percakapan terakhir mereka terasa begitu kompleks.
Also Read
Lagu ini menangkap kebingungan dan kesedihan Sufjan yang mendalam. Ia berupaya menjembatani jurang yang tercipta antara dirinya dan ibunya. Lirik "Dan aku minta maaf aku pergi, tapi itu untuk yang terbaik" menyiratkan penyesalan atas masa lalu, namun juga upaya untuk berdamai dengan kenyataan. Di sisi lain, kita juga merasakan usaha Carrie untuk menguatkan anaknya, "Manfaatkan hidupmu sebaik-baiknya, selagi itu berlimpah". Ada cinta dan kepedulian yang terpancar, meskipun di tengah situasi yang penuh kepedihan.
"Fourth of July" bukan hanya tentang kehilangan, tetapi juga tentang cinta tanpa syarat. Sufjan menemukan kekuatan untuk mencintai ibunya, bahkan di saat-saat terakhirnya, tanpa memedulikan luka masa lalu. Ia menemukan kedamaian di tengah kepedihan dengan menerima kenyataan dan memberikan kasih sayang. Momen itu adalah pengingat yang kuat bagi kita semua tentang pentingnya menghargai dan mencintai orang-orang tersayang selagi mereka masih bersama kita, tidak peduli seberapa rumit hubungan kita dengan mereka.
Lagu ini juga membawa kita pada refleksi tentang makna hidup dan kematian. Frasa berulang "Kita semua akan mati" mengingatkan kita akan kefanaan manusia, mendorong kita untuk merenungkan apa yang benar-benar penting dalam hidup ini. Kematian bukan akhir dari segalanya, melainkan bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup. Sufjan mengajak kita untuk berani menghadapi kematian dengan ketulusan dan keikhlasan.
Lewat "Fourth of July," Sufjan Stevens tidak hanya menawarkan lagu yang indah secara musikal, tetapi juga sebuah narasi yang menginspirasi tentang cinta, kehilangan, dan penerimaan. Ini adalah lagu yang bisa membuat kita terhubung dengan pengalaman manusia yang paling universal: cinta, kehilangan, dan perjalanan menuju kematian. Lebih dari sekadar lagu, "Fourth of July" adalah jendela menuju refleksi terdalam tentang diri kita dan hubungan kita dengan orang-orang yang kita kasihi. Ia mengingatkan kita untuk tidak menunda-nunda dalam memberikan cinta dan perhatian, sebab waktu tidak selalu ada.