Kisah tragis Pang Mao, atau yang lebih dikenal dengan nama "Fat Cat" di dunia game, menjadi sorotan publik di China dan membuka tabir kelam tentang cinta, eksploitasi, dan tekanan emosional di era digital. Gamer berusia 21 tahun ini mengakhiri hidupnya dengan melompat dari jembatan di Chongqing, setelah merasa hancur karena ditinggalkan oleh kekasihnya, Tan Zhu.
Fat Cat bukanlah sekadar pemain game biasa. Ia seorang pro-gamer yang berjuang keras mencari nafkah dengan membantu pemain lain meningkatkan peringkat mereka. Keterampilan dalam dunia maya ini membawanya bertemu dengan Tan Zhu, wanita yang enam tahun lebih tua darinya, dua tahun lalu. Hubungan yang berawal dari dunia game ini kemudian berkembang menjadi jalinan asmara yang tragis.
Selama dua tahun berpacaran, Fat Cat mencurahkan seluruh perhatian dan penghasilannya untuk Tan Zhu. Ia rela bekerja keras hingga 15 jam sehari, demi memenuhi gaya hidup mewah sang kekasih. Sementara Tan Zhu menikmati kemewahan, Fat Cat hidup sederhana, bahkan hanya makan sekali sehari dengan menu seharga 10 Yuan, setara dengan Rp22.000-an. McDonald’s, bagi Fat Cat, sudah dianggap sebagai hidangan istimewa. Ironi yang mencengangkan, ketika seorang gamer yang menghasilkan banyak uang justru hidup dalam keterbatasan demi orang yang dicintainya.
Also Read
Tragedi ini bukan hanya sekadar kisah cinta yang kandas. Ini adalah potret eksploitasi terselubung dalam relasi yang tidak sehat. Fat Cat seolah terjebak dalam lingkaran yang membuatnya terobsesi untuk membahagiakan kekasihnya, hingga mengabaikan kebutuhan dirinya sendiri. Di sisi lain, Tan Zhu terkesan memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadinya.
Perubahan sikap Tan Zhu pasca menerima kiriman uang dalam jumlah besar menjadi titik balik dalam kisah ini. Permintaan putus yang mendadak, setelah menerima begitu banyak pengorbanan dari Fat Cat, tentu saja menghancurkan hati pemuda itu. Keputusasaan ini mencapai puncaknya ketika ia mengakhiri hidupnya, satu jam setelah mengirimkan 760 bunga sebagai simbol 760 hari cinta mereka.
Kasus Fat Cat membuka mata kita tentang pentingnya kesadaran akan kesehatan mental, terutama di kalangan anak muda. Dunia game, yang seharusnya menjadi sarana hiburan, justru menjadi arena persinggungan yang memicu masalah emosional yang serius. Tekanan untuk tampil sempurna, eksploitasi dalam hubungan percintaan, serta obsesi untuk membahagiakan orang lain, dapat menjadi bom waktu yang siap meledak.
Kisah Fat Cat juga menjadi peringatan bagi kita semua. Cinta seharusnya tidak membutakan dan mengorbankan harga diri. Keseimbangan antara memberi dan menerima adalah kunci dalam setiap hubungan. Jangan sampai kita terjebak dalam hubungan yang toksik, di mana kita dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh orang lain.
Kepergian Fat Cat adalah kehilangan besar, bukan hanya bagi keluarga dan teman-temannya, tetapi juga bagi komunitas gamer. Kita berharap, kisah tragis ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, agar lebih bijak dalam menjalani hubungan percintaan dan lebih peduli terhadap kesehatan mental diri sendiri maupun orang lain.