Membuka kembali kenangan cinta masa lalu, apalagi yang berbentuk puisi atau lagu dari pasangan, memang selalu punya daya tarik tersendiri. Rasanya seperti membuka kapsul waktu, menemukan kembali perasaan-perasaan yang dulu pernah begitu membara. Saat usia masih 20-an, deretan kalimat puitis dan lagu romantis dari pacar adalah hal yang paling dinanti. Namun, bagaimana jika "senjata" romantis yang sama kita temukan kembali di usia menjelang 30? Sensasinya jelas berbeda!
Dulu, menerima lagu yang dibuatkan khusus rasanya berbunga-bunga. Segala lirik yang mungkin terkesan berlebihan pun terasa begitu manis dan menyentuh. Tapi kini, rasa geli dan malu seringkali muncul. Gengsi seperti membatasi diri untuk kembali merasakan euforia masa-masa awal pacaran. Sebuah perasaan yang manusiawi, mengingat kita semua pernah melewati fase di mana dunia terasa begitu indah dan penuh cinta. Masa-masa ketika semua orang tiba-tiba berubah jadi pujangga, yang setiap detik hatinya dipenuhi bara asmara.
Masa-masa itu, ingatan akan pertemuan pertama, kencan-kencan romantis, hingga janji pernikahan, adalah bahan bakar yang tak ada habisnya untuk menciptakan karya cinta. Membuka file-file lama, membaca kembali puisi atau mendengar lagi lagu yang dulu dibuatkan, terkadang memang membuat kita bergumam, "Ya ampun, lebay banget, sih." Namun, di balik rasa malu itu, tersimpan juga senyum simpul dan kehangatan hati. Sebuah nostalgia manis yang mengingatkan betapa beruntungnya kita pernah merasakan jatuh cinta yang begitu membara.
Also Read
Bahkan, beberapa di antara kita mungkin menyimpan file-file "jadul" berisi karya cinta dari pasangan yang terunggah di platform lawas seperti Soundcloud. Meskipun liriknya terdengar awkward jika didengar saat ini, tetap saja ia menjadi kenangan favorit yang tak ternilai harganya. Dalam karya-karya tersebut, kita bisa menemukan jejak emosi yang begitu sensitif. Baper karena hal-hal sepele, ngambek hanya karena masalah kecil, adalah bagian dari masa-masa konyol dan kekanak-kanakan yang jika diingat kembali, justru membuat kita tersenyum geli.
Namun, di balik segala ke-lebay-an dan rasa malu itu, ada esensi yang tak bisa dipungkiri. Karya cinta, baik puisi maupun lagu, adalah ekspresi jujur dari perasaan yang paling dalam. Istilah "Lisensia Puitika" memang kerap digunakan untuk membenarkan penggunaan bahasa yang mungkin melenceng dari kaidah. Ini bukan karena ketidaktahuan, tapi karena begitulah cara seorang pujangga menyampaikan isi hatinya dengan bebas dan apa adanya. Lirik-lirik sederhana seperti "Tiada kata, buktikan rasa" atau "Dan bila air matamu, jatuh setitik di awan," adalah simbol cinta yang dalam dan tak lekang oleh waktu.
Masa-masa awal cinta memang penuh warna dan drama. Namun, semua itu adalah bagian dari perjalanan hidup yang membentuk kita menjadi pribadi yang lebih dewasa dan matang. Jadi, tak ada salahnya sesekali bernostalgia dan mengenang masa-masa "dimabuk asmara" itu. Siapa tahu, di balik file-file "jadul" tersebut, kita bisa menemukan kembali percikan api cinta yang dulu pernah membara, dan mungkin, menyulut kembali kehangatan dalam hubungan kita saat ini.
