Mendengar kata "rafats" mungkin terasa asing bagi sebagian orang, namun istilah ini memiliki makna penting dalam ibadah haji. Lebih dari sekadar kata, rafats adalah cerminan dari kesucian dan kekhusyukan yang harus dijaga oleh setiap jemaah haji. Lantas, apa sebenarnya rafats itu dan mengapa ia dilarang keras saat berhaji? Mari kita telaah lebih dalam.
Rafats: Bukan Sekadar Kata, Tapi Perilaku Terlarang
Secara bahasa, rafats berasal dari kata yang bermakna "kotor" atau "keji". Dalam konteks ibadah, rafats merujuk pada perkataan dan perbuatan tidak senonoh yang berkaitan dengan hubungan seksual. Lebih dari sekadar aktivitas fisik, rafats mencakup segala bentuk ucapan, isyarat, hingga pikiran yang mengarah pada hal-hal yang membangkitkan syahwat.
Al-Quran, dalam surat Al-Baqarah ayat 197, secara tegas melarang rafats saat berhaji. Larangan ini bukan tanpa alasan. Ibadah haji adalah momen spiritual yang sakral, di mana seorang Muslim dituntut untuk fokus sepenuhnya pada Allah SWT dan menjauhi segala hal yang dapat mengotori kesucian hati dan ibadahnya.
Also Read
Bukan Hanya Jima, Tapi Segala Bentuk Keintiman
Penting untuk dipahami bahwa rafats bukan hanya sebatas hubungan suami istri (jima’). Segala bentuk tindakan yang mengarah pada keintiman seksual, seperti berciuman, berpelukan, atau bahkan membicarakan hal-hal yang bersifat seksual, termasuk dalam kategori rafats yang dilarang saat ihram.
Larangan ini bertujuan untuk menjaga kesucian ibadah haji dan menghindarkan jemaah dari perbuatan yang dapat mengurangi nilai spiritualitas ibadah. Selama masa ihram, setiap jemaah haji dituntut untuk menahan diri dari segala bentuk syahwat dan hawa nafsu, sehingga hati dan pikirannya hanya tertuju pada Allah SWT.
Konsekuensi Melanggar Larangan Rafats
Lalu, apa konsekuensi bagi jemaah haji yang melanggar larangan rafats? Jika rafats yang dilakukan berupa hubungan suami istri (jima’) sebelum tahallul pertama dan setelah wukuf di Arafah, maka hajinya menjadi rusak. Artinya, ibadah hajinya tidak sah dan harus diulang pada tahun berikutnya.
Selain itu, jemaah tersebut juga dikenakan denda (dam) berupa seekor unta. Daging unta ini kemudian dibagikan kepada fakir miskin di tanah haram. Dendan ini merupakan bentuk ganti rugi atas pelanggaran yang telah dilakukan dan sebagai pengingat bagi jemaah lain untuk menjaga diri dari perbuatan yang dilarang.
Lebih dari Sekadar Larangan, Ini tentang Menjaga Kesucian Ibadah
Larangan rafats saat haji bukan semata-mata peraturan yang mengekang. Lebih dari itu, larangan ini adalah bentuk kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya, agar ibadah hajinya diterima dengan sempurna. Larangan ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga kesucian hati, pikiran, dan perbuatan, terutama saat berada dalam momen spiritual yang sakral.
Oleh karena itu, bagi setiap jemaah haji, memahami makna dan larangan rafats adalah hal yang sangat penting. Bukan hanya sekadar menghafal larangan, tapi juga memahami hikmah di baliknya, yaitu menjaga kesucian ibadah dan meraih ridha Allah SWT. Dengan demikian, ibadah haji yang kita laksanakan bukan hanya sekadar ritual, tapi juga perjalanan spiritual yang mengubah kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Dengan memahami hal ini, kita bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik, menjaga perilaku dan ucapan, serta fokus pada tujuan utama, yaitu meraih haji mabrur.