Bandung, kota yang dikenal dengan julukan Paris van Java, pernah menjadi saksi bisu sebuah tragedi sekaligus simbol perlawanan yang membara. Peristiwa Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946 bukan sekadar kebakaran besar, melainkan aksi heroik yang didorong oleh semangat kemerdekaan dan penolakan terhadap penjajahan.
Pasca proklamasi kemerdekaan, Indonesia masih harus berjuang mempertahankan kedaulatannya. Kedatangan pasukan Sekutu, yang diboncengi oleh Belanda, memicu ketegangan di berbagai daerah, termasuk Bandung. Aksi perlucutan senjata oleh Sekutu terhadap para pejuang Indonesia, diikuti oleh provokasi dari warga Belanda yang baru bebas dari kamp tahanan, semakin memperburuk situasi.
Tensi memanas. Bentrokan antara pejuang Indonesia dan Sekutu pun tak terhindarkan. Markas-markas Sekutu di Bandung Utara menjadi sasaran serangan. Namun, kekuatan tidak seimbang. Sekutu, dengan persenjataan lebih unggul, menekan para pejuang Indonesia.
Also Read
Ultimatum demi ultimatum dilayangkan. Pertama, agar pejuang mengosongkan Bandung Utara. Kemudian, ultimatum kedua datang, kali ini menuntut pengosongan seluruh Kota Bandung. Pemerintah Republik Indonesia, di bawah tekanan politik dan demi keselamatan rakyat, akhirnya memerintahkan pengosongan Bandung Selatan.
Namun, keputusan ini bukan berarti menyerah. Para pejuang, yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Aruji Kartawinata, Suryadarma, dan Kolonel Abdul Haris Nasution, mengambil langkah berani. Mereka setuju untuk mengungsi, tetapi menolak menyerahkan Bandung Selatan kepada musuh. Solusi radikal pun dipilih: membumihanguskan Bandung Selatan.
Pada tanggal 24 Maret 1946, dengan hati berat dan tekad membara, para pejuang dan warga Bandung membumihanguskan rumah, gedung, dan infrastruktur penting. Kobaran api melalap habis bangunan-bangunan bersejarah, termasuk Bank Rakyat Bandung, kawasan Banceuy, Cicadas, Braga, Tegalega, dan Asrama Tentara Rakyat Indonesia. Pemandangan mengerikan ini kemudian dikenal dengan nama Bandung Lautan Api.
Bumi hangus Bandung bukan sekadar taktik militer. Lebih dari itu, ini adalah simbol perlawanan dan pengorbanan. Para pejuang dan warga Bandung memilih kehilangan harta benda mereka daripada membiarkannya jatuh ke tangan penjajah. Ini adalah bentuk penolakan yang tegas dan tidak kenal kompromi terhadap upaya penjajahan kembali.
Tragedi ini memang meninggalkan luka mendalam. Namun, semangat perjuangan yang dipicu oleh peristiwa Bandung Lautan Api terus membara. Semangat ini diabadikan dalam bentuk monumen setinggi 45 meter yang didirikan sebagai simbol keberanian dan pengorbanan para pejuang. Monumen yang berbentuk tiga bambu penyulut api ini menjadi pengingat bahwa api semangat kemerdekaan tidak pernah padam.
Bandung Lautan Api bukan hanya bagian dari sejarah kelam. Peristiwa ini adalah pengingat yang kuat akan pentingnya semangat persatuan, keberanian, dan pengorbanan dalam mencapai kemerdekaan. Kisah ini menginspirasi dan terus relevan bagi generasi kini dan mendatang, mengingatkan kita akan harga sebuah kemerdekaan dan perlunya terus berjuang untuk menjaganya.