"Bhinneka Tunggal Ika," semboyan yang terpampang gagah di kaki Garuda Pancasila, bukan sekadar rangkaian kata. Ia adalah ruh persatuan Indonesia, sebuah prinsip yang mengikat keberagaman menjadi kekuatan. Namun, seberapa dalam kita memahami makna dan asal-usulnya? Mari kita telusuri lebih dalam.
Memahami Makna "Berbeda-beda Tetap Satu"
Secara harfiah, "Bhinneka Tunggal Ika" diterjemahkan sebagai "Berbeda-beda tetapi tetap satu juga." Kata "Bhinneka" merujuk pada keragaman suku, agama, budaya, dan bahasa yang menghiasi kepulauan Indonesia. "Tunggal" bermakna satu, dan "Ika" adalah "itu." Semboyan ini bukan hanya mengakui keberadaan perbedaan, tetapi juga menegaskan bahwa di balik keragaman tersebut, ada satu identitas yang menyatukan: bangsa Indonesia.
Lebih dari sekadar pengakuan, "Bhinneka Tunggal Ika" mengajarkan kita untuk menghargai perbedaan sebagai kekayaan bangsa. Ia menolak pandangan bahwa keseragaman adalah jalan menuju persatuan. Justru, dalam perbedaanlah kita menemukan potensi untuk saling melengkapi, belajar, dan tumbuh bersama. Semboyan ini mengajak kita untuk membangun toleransi, inklusivitas, dan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.
Also Read
Jejak Sejarah di Kakawin Sutasoma
Semboyan ini bukanlah konsep yang baru muncul. Akarnya tertanam dalam kakawin Sutasoma, karya sastra Jawa klasik yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke-14. Dalam pupuh 139 bait 5, Mpu Tantular menuliskan:
“Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa, bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatattwa tunggal, bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.”
Bait ini, jika diterjemahkan, berbunyi:
"Konon antara ajaran Buddha dan Hindu berbeda, namun kapan Tuhan dapat dibagi-bagi, sebab kebenaran Jina dan Siwa adalah tunggal, berbeda itu tapi satu jualah itu, tak ada dharma (jalan kebaktian/kebaikan) yang mendua tujuan."
Meskipun konteks awalnya adalah untuk menggambarkan kesatuan dalam perbedaan antara ajaran Buddha dan Hindu, frasa "Bhinneka Tunggal Ika" kemudian diadopsi sebagai semboyan bangsa Indonesia. Ia melampaui konteks keagamaan dan menjadi simbol persatuan dalam keberagaman seluruh bangsa Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika di Era Modern: Relevansi dan Tantangannya
Di era modern, di mana globalisasi dan digitalisasi semakin mempererat interaksi antarbudaya, "Bhinneka Tunggal Ika" tetap relevan. Justru, di tengah gempuran informasi dan nilai-nilai baru, semboyan ini menjadi benteng pertahanan bagi identitas bangsa. Ia mengingatkan kita akan pentingnya menjaga persatuan di tengah dinamika perbedaan.
Namun, tantangan yang dihadapi juga tidak sedikit. Radikalisme, intoleransi, dan diskriminasi masih menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa. Oleh karena itu, pemahaman dan penghayatan nilai-nilai "Bhinneka Tunggal Ika" perlu terus digalakkan, tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di setiap lini kehidupan.
Menjaga Warisan Luhur
"Bhinneka Tunggal Ika" bukan sekadar semboyan di atas kertas. Ia adalah warisan luhur yang perlu kita jaga dan implementasikan dalam tindakan sehari-hari. Mari kita jadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan sumber perpecahan. Dengan memahami dan menghayati makna "Bhinneka Tunggal Ika," kita dapat membangun Indonesia yang lebih inklusif, toleran, dan sejahtera. Ia adalah pengingat abadi bahwa di dalam perbedaan, kita bersatu; di dalam keberagaman, kita menemukan Indonesia.