Setiap agama memiliki hari-hari suci yang sarat makna, menjadi penanda peristiwa penting dalam sejarah dan spiritualitasnya. Begitu pula dalam agama Buddha, terdapat empat hari besar yang dirayakan dengan penuh khidmat oleh para penganutnya. Hari-hari ini bukan sekadar ritual tahunan, namun juga merupakan kesempatan untuk merenungkan ajaran Buddha dan memperdalam praktik spiritual. Mari kita selami lebih dalam makna dari empat momen agung ini.
Waisak: Tiga Peristiwa dalam Satu Hari
Waisak, yang juga dikenal sebagai Vesak atau Buddha Purnima, adalah perayaan paling sakral dalam agama Buddha. Keistimewaannya terletak pada perayaan tiga peristiwa penting sekaligus, yang semuanya terjadi pada hari yang sama, yaitu saat bulan purnama di bulan Vaisakha (biasanya April-Mei). Pertama, kelahiran Pangeran Siddhartha Gautama, yang kelak menjadi Buddha. Kedua, momen pencapaian pencerahan sempurna di bawah pohon Bodhi. Ketiga, peristiwa wafatnya Buddha, atau yang disebut Parinibbana.
Perayaan Waisak biasanya diisi dengan berbagai kegiatan keagamaan. Umat Buddha akan mengunjungi vihara untuk beribadah, melakukan meditasi, serta memberikan sedekah. Prosesi, upacara ritual, serta aksi sosial juga menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan ini. Waisak bukan hanya sekadar mengenang sejarah, tetapi juga momen untuk merefleksikan ajaran Buddha dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Also Read
Kathina: Penghargaan untuk Sangha
Berbeda dengan Waisak yang dirayakan secara universal, Kathina lebih menonjol dalam tradisi Buddha Theravada. Perayaan ini diadakan setelah musim hujan atau Vassa berakhir, yaitu masa retret selama tiga bulan yang dijalani oleh para biksu. Kathina adalah momen untuk memberikan penghargaan kepada para biksu yang telah menyelesaikan Vassa dengan baik.
Dalam perayaan ini, umat Buddha akan memberikan jubah Kathina, jubah seremonial khusus, kepada para biksu. Pemberian jubah ini bukan sekadar hadiah, melainkan simbol penghormatan atas perjuangan spiritual para biksu. Selain jubah, umat juga memberikan sumbangan berupa makanan, perlengkapan sehari-hari, dan bantuan lain yang dibutuhkan oleh para biksu. Kathina menjadi wujud nyata dukungan umat terhadap kehidupan monastik.
Asadha: Pemutaran Roda Dhamma Pertama
Dua bulan setelah Waisak, umat Buddha merayakan Hari Asadha atau Asadha Puja. Hari ini memperingati momen penting dalam sejarah agama Buddha, yaitu ketika Buddha memberikan khotbah pertama setelah mencapai pencerahan. Khotbah tersebut, yang dikenal sebagai Dhamma Cakka Pavattana Sutta, disampaikan kepada lima murid pertamanya di Taman Rusa Isipatana.
Dalam khotbah ini, Buddha menjelaskan tentang Empat Kebenaran Mulia, fondasi utama ajaran Buddha. Ajaran ini menguraikan tentang penderitaan, asal mula penderitaan, cara menghentikan penderitaan, dan jalan menuju penghentian penderitaan. Setelah mendengarkan khotbah ini, kelima murid Buddha mencapai tingkat kesucian, membentuk Arya Sangha Bhikkhu yang pertama. Hari Asadha menjadi pengingat akan pentingnya Dhamma dalam kehidupan.
Magha Puja: Inti Ajaran dan Etika
Hari Magha Puja adalah momen untuk memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, inti agama Buddha dan etika pokok para biksu. Peristiwa ini terjadi di depan 1.250 Arahat yang ditahbiskan oleh Buddha sendiri di Vihara Veluvana. Magha Puja bukan sekadar perayaan, tetapi juga penegasan kembali komitmen pada ajaran Buddha.
Peristiwa ini juga menandai terbentuknya Arya Sangha Bhikkhu pertama, melengkapi Tiratana atau Triratna yang terdiri dari Buddha, Dhamma, dan Sangha. Pada hari ini, umat Buddha akan melakukan perenungan mendalam, memanjatkan paritta Tisarana sebagai perlindungan spiritual, serta merefleksikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ajaran Buddha.
Keempat hari besar ini memiliki makna dan keunikan masing-masing, namun semuanya mengarah pada satu tujuan, yaitu pencerahan dan kebahagiaan. Dengan merayakan hari-hari suci ini, umat Buddha tidak hanya mengenang sejarah, tetapi juga memperbarui komitmen untuk hidup sesuai dengan ajaran Buddha. Perayaan ini menjadi pengingat bahwa jalan menuju kebahagiaan sejati ada dalam diri dan melalui praktik Dhamma.