Umat Muslim tentu tak asing dengan gelar "Uswatun Hasanah" yang melekat pada diri Nabi Muhammad SAW. Gelar ini bukan sekadar pujian, melainkan pengakuan atas kesempurnaan akhlak dan perilaku beliau sebagai teladan terbaik bagi seluruh umat manusia. Tapi, pernahkah terlintas di benak, mengapa hanya Nabi Muhammad yang menyandang gelar istimewa ini?
Al-Qur’an sendiri telah menegaskan keutamaan Nabi Muhammad sebagai suri teladan dalam Surat Al-Ahzab ayat 21: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." Ayat ini jelas menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah contoh ideal bagi mereka yang mendambakan ridha Allah dan hari akhir.
Lebih dari itu, misi kenabian Muhammad SAW memang ditujukan untuk membimbing seluruh umat manusia menuju jalan kebenaran, sebagaimana firman Allah dalam Q.S Saba’ ayat 28: "Dan Kami tidak mengutus engkau, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." Tugas suci ini diemban dengan kesungguhan, ketulusan, dan akhlak mulia yang tak tertandingi.
Also Read
Mengurai Makna Uswatun Hasanah
"Uswatun Hasanah" secara harfiah berarti teladan yang baik. Namun, gelar ini bukan sekadar menunjuk pada sosok yang sempurna tanpa cela. Lebih dari itu, ia merujuk pada keseluruhan karakter dan perilaku Nabi Muhammad yang mencerminkan nilai-nilai luhur Islam. Dalam diri beliau, terkumpul sifat-sifat terpuji seperti siddiq (jujur), amanah (terpercaya), fathonah (cerdas), dan tabligh (menyampaikan kebenaran).
Keempat sifat ini bukanlah sekadar label, melainkan perwujudan nyata dalam setiap aspek kehidupan Nabi Muhammad. Kejujuran beliau tak pernah diragukan, bahkan oleh musuh-musuhnya. Kepercayaan yang diberikan pada beliau tak pernah dikhianati. Kecerdasan beliau mampu menuntun umat dari kegelapan jahiliyah. Dan dengan berani, beliau menyampaikan risalah kebenaran meski menghadapi tantangan dan penolakan.
Lebih dari Sekadar Teladan, Ia adalah Rahmatan Lil Alamin
Nabi Muhammad bukan hanya teladan bagi umat Muslim, melainkan juga rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan Lil Alamin). Beliau adalah sosok yang penuh kasih sayang, pemurah, dan penyayang. Beliau tak pernah mendendam, selalu mengutamakan perdamaian, dan memaafkan kesalahan orang lain. Sikap inilah yang menjadikan beliau bukan sekadar pemimpin agama, tetapi juga pemimpin yang humanis.
Gelar "Uswatun Hasanah" bukan hanya pengakuan atas kesempurnaan Nabi Muhammad, tetapi juga pengingat bagi kita semua bahwa setiap Muslim memiliki potensi untuk meneladani akhlak beliau. Dengan mengikuti sunnahnya, bukan berarti meniru mentah-mentah setiap gerak-gerik beliau, tetapi lebih kepada menginternalisasi nilai-nilai luhur yang beliau ajarkan. Yaitu, kejujuran, amanah, kecerdasan, dan keberanian dalam menyampaikan kebenaran.
Mencari Relevansi Uswatun Hasanah di Era Modern
Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang penuh godaan, nilai-nilai Uswatun Hasanah terasa semakin relevan. Kita dihadapkan pada tantangan disinformasi, krisis kepercayaan, dan degradasi moral. Dalam situasi ini, meneladani Nabi Muhammad adalah kompas yang akan membimbing kita untuk tetap teguh di jalan kebenaran dan kebaikan.
Nabi Muhammad, meski hidup 14 abad lalu, namun ajarannya tetap relevan hingga kini. Keteladanan beliau bukan hanya berlaku untuk urusan ibadah ritual, melainkan juga dalam aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Dengan meneladani beliau, kita bisa membangun masyarakat yang adil, makmur, dan berakhlak mulia.
Gelar Uswatun Hasanah pada Nabi Muhammad bukan hanya sebuah predikat sejarah, melainkan sebuah legacy yang hidup dan memberi inspirasi bagi umat manusia di setiap zaman. Beliau adalah cermin yang merefleksikan potret ideal seorang manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Mengikuti jejak beliau adalah jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.