Masa-masa sekolah dulu, kita pasti akrab dengan berbagai perjanjian yang mewarnai sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah Perjanjian Renville. Perjanjian ini bukan sekadar lembaran kertas yang ditandatangani, tapi juga menyimpan luka dan kekecewaan yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Mari kita bedah kembali perjanjian ini, bukan hanya dari isinya, tetapi juga dampak serta pengkhianatan yang mengikutinya.
Latar Belakang: Kegagalan Linggarjati dan Ambisi Belanda
Perjanjian Renville lahir dari kegagalan Belanda menepati janji dalam Perjanjian Linggarjati tahun 1947, yang seharusnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto. Alih-alih mengakui, Belanda justru terus berupaya menguasai wilayah Indonesia dengan berbagai cara. Keadaan ini memaksa Indonesia mencari jalan lain melalui perundingan, yang kemudian membuahkan Perjanjian Renville.
Perundingan ini dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin dari pihak Indonesia, sementara Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo. Di tengah mediasi PBB yang diwakili oleh Amerika Serikat, perundingan ini justru membawa hasil yang sangat merugikan Indonesia.
Also Read
Isi Perjanjian Renville: Sebuah Kerugian Besar bagi Indonesia
Perjanjian Renville yang ditandatangani pada 17 Januari 1948, memuat beberapa poin krusial, diantaranya:
- Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS): Indonesia dipaksa menerima bentuk negara RIS, sebuah federasi yang dinilai menguntungkan Belanda.
- Indonesia Bagian dari RIS: Republik Indonesia hanya menjadi negara bagian dalam RIS, yang berarti kedaulatan kita tereduksi.
- Belanda Berkuasa Sebelum RIS: Belanda masih memiliki wewenang penuh atas Indonesia hingga RIS terbentuk, sebuah celah yang memberi mereka kesempatan untuk terus mengintervensi.
- Wilayah Terbatas: Wilayah Indonesia hanya diakui sebatas Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera. Hal ini sangat merugikan, karena banyak wilayah strategis jatuh ke tangan Belanda.
- Garis Demarkasi Van Mook: Wilayah kekuasaan Indonesia dan Belanda dipisahkan dengan garis demarkasi, yang dikenal sebagai Garis Van Mook. Ini menandakan wilayah Indonesia semakin terpecah.
- Penarikan Tentara: Tentara Indonesia harus ditarik mundur dari wilayah kekuasaan Belanda (Jawa Barat dan Jawa Timur), yang melemahkan kekuatan pertahanan.
- Uni Indonesia-Belanda: Pembentukan Uni Indonesia-Belanda dengan Raja Belanda sebagai kepala negara menunjukkan ambisi Belanda untuk tetap mengontrol Indonesia.
- Referendum: Akan diadakan referendum untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS, yang membuka peluang manipulasi dan ketidakpastian.
- Pemilihan Umum: Pemilihan umum akan diadakan untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.
Dampak Perjanjian Renville: Luka yang Mendalam bagi Indonesia
Perjanjian Renville membawa dampak yang sangat merugikan bagi Indonesia, baik secara wilayah maupun psikologis. Beberapa dampak tersebut antara lain:
- Penyempitan Wilayah: Luas wilayah Indonesia semakin sempit dan banyak wilayah strategis yang dikuasai Belanda.
- Long March Siliwangi: Para tentara di Jawa Barat harus melakukan long march ke Jawa Tengah, sebuah pengorbanan besar yang mengharukan.
- Ibu Kota Pindah: Ibu kota negara harus pindah dari Jakarta karena tak lagi menjadi wilayah kekuasaan Indonesia, menunjukkan betapa terdesaknya posisi Indonesia.
- Kekecewaan dan Perlawanan: Perjanjian ini memicu kekecewaan yang mendalam dan memunculkan perlawanan di berbagai daerah, sebagai bentuk penolakan terhadap ketidakadilan.
- Mundurnya Amir Sjarifuddin: Perdana Menteri Amir Sjarifuddin mundur dari jabatannya karena dianggap gagal mempertahankan wilayah kedaulatan Indonesia, menunjukkan betapa berat tekanan yang dihadapi para pemimpin saat itu.
Pengkhianatan Belanda dan Agresi Militer II
Puncak dari segala kekecewaan ini adalah pengkhianatan Belanda terhadap Perjanjian Renville dengan melancarkan Agresi Militer Belanda II pada 18 Desember 1948, ditandai dengan pemboman lapangan terbang Maguwo, Yogyakarta. Serangan ini jelas menunjukkan bahwa Belanda tidak pernah tulus dalam perundingan dan terus berupaya menguasai Indonesia dengan kekerasan.
Refleksi dan Pelajaran
Perjanjian Renville adalah pengingat pahit dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Perjanjian ini tidak hanya menunjukkan betapa liciknya Belanda, tetapi juga betapa sulitnya perjuangan mempertahankan kedaulatan. Kita bisa belajar bahwa dalam perjuangan, taktik diplomasi saja tidak cukup, kita juga harus kuat dalam pertahanan dan tidak mudah percaya pada janji-janji manis yang tidak tulus. Pengalaman ini harus menjadi pelajaran berharga bagi generasi masa kini agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan terus menjaga kedaulatan bangsa.