Sosok Nabi Muhammad SAW adalah teladan utama bagi umat Islam, bukan hanya dalam hal ibadah dan akhlak, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Kita seringkali mengulik kebiasaan dan kesukaan beliau, mulai dari makanan hingga cara berpakaian. Namun, pernahkah kita bertanya, adakah warna yang kurang disukai oleh Rasulullah?
Ternyata, ada satu warna yang menjadi sorotan, yaitu merah yang mencolok. Istilah "Al-Mufdam" dalam bahasa Arab, yang merujuk pada warna merah pekat dan sangat mencolok, seringkali dikaitkan dengan warna yang kurang disukai Nabi. Menurut Kamus Lisanul Arab, warna ini dianggap sudah mencapai ambang batas kemerahannya, sehingga terkesan berlebihan. Meski begitu, penting untuk dicatat bahwa para sahabat, tabiin, imam mazhab, dan ulama tidak mengharamkan penggunaan pakaian merah. Hal ini didukung oleh hadis yang diriwayatkan oleh Bara bin Azib, yang pernah melihat Nabi Muhammad SAW mengenakan pakaian berwarna merah. Jadi, larangan ini lebih kepada preferensi dan bukan larangan mutlak.
Lalu, apa alasan di balik preferensi warna ini? Dalam konteks kehidupan Nabi, hal ini dapat dipahami sebagai bagian dari araddul basyariyah atau sifat-sifat kemanusiaan yang juga dimiliki Rasulullah. Beliau juga bisa merasakan suka, duka, dan preferensi dalam hal-hal duniawi, termasuk warna. Namun, preferensi warna ini bukan sekadar masalah selera, melainkan juga cerminan dari nilai-nilai kesederhanaan dan kebersihan yang ditekankan dalam ajaran Islam.
Also Read
Warna Favorit: Putih dan Hijau
Berbeda dengan merah yang kurang disukai, warna putih adalah warna favorit Nabi Muhammad SAW. Imam Al-Asqalani dalam Bulughul Maram menjelaskan, bahwa putih adalah warna yang paling disukai Rasulullah. Bahkan, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Nabi merekomendasikan penggunaan warna putih sebagai warna pakaian. Rasulullah bersabda, "Kenakanlah pakaian berwarna putih. Sesungguhnya putih itu warna terbaik bagimu. Bungkuslah mayatmu juga dengan kain berwarna putih." Anjuran ini bukan sekadar tentang warna, tetapi juga tentang simbol kesucian, kebersihan, dan kesederhanaan.
Selain putih, Nabi juga menyukai warna hijau. Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tanbih Al-Akhbar menyebutkan, "Pada hari raya kami disuruh memakai pakaian berwarna hijau karena warna hijau lebih utama. Warna hijau adalah afdal daripada warna lainnya sesudah putih." Hijau, dengan konotasinya pada kesegaran dan alam, juga memiliki tempat khusus dalam preferensi warna Nabi.
Lebih dari Sekadar Warna: Refleksi Nilai
Preferensi warna Nabi Muhammad SAW bukan sekadar masalah selera pribadi. Pilihan warna ini mencerminkan nilai-nilai yang beliau ajarkan, yaitu kesederhanaan, kebersihan, dan kesucian. Merah yang mencolok dianggap kurang sesuai dengan prinsip kesederhanaan, sementara putih dan hijau justru melambangkan kebersihan dan kesegaran.
Memahami preferensi warna Nabi Muhammad SAW memberi kita perspektif baru tentang bagaimana kita bisa menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal berpakaian. Ini bukan berarti kita harus mengharamkan warna merah, melainkan tentang bagaimana kita memilih warna yang mencerminkan nilai-nilai positif. Preferensi warna ini juga mengajarkan kita untuk lebih bijaksana dalam berpenampilan dan tidak berlebihan dalam segala hal.
Dengan mempelajari preferensi warna Nabi, kita diingatkan bahwa setiap aspek kehidupan kita, termasuk pilihan warna, dapat menjadi refleksi dari nilai-nilai yang kita junjung tinggi. Ini adalah sebuah pelajaran berharga dari sosok teladan yang kita cintai.