Popularitas bola voli di Indonesia, bahkan dunia, memang tak lekang oleh waktu. Di setiap sudut kampung, di sekolah, hingga arena olahraga profesional, permainan ini selalu menyajikan keseruan tersendiri. Tapi pernahkah kita bertanya, siapa sosok di balik lahirnya olahraga yang kita gemari ini? Jawabannya adalah William G. Morgan, seorang direktur pendidikan jasmani di YMCA (Young Men’s Christian Association) di Holyoke, Massachusetts, Amerika Serikat.
Lebih dari sekadar permainan, Morgan menciptakan bola voli pada tahun 1895 sebagai solusi alternatif olahraga dalam ruangan. Latar belakangnya cukup unik. Ia melihat kebutuhan akan aktivitas fisik yang lebih ringan bagi para pengusaha dan orang-orang yang sudah lanjut usia, yang merasa basket terlalu berat. Maka lahirlah Mintonette, nama awal dari bola voli.
Yang menarik, Morgan tak serta merta ‘menciptakan’ voli dari nol. Ia memadukan elemen dari berbagai olahraga lain, seperti bola basket, baseball, tenis, dan bola tangan. Pemikiran ini menunjukkan inovasi yang luar biasa di zamannya. Ia berusaha mencari jalan tengah, olahraga yang bisa dinikmati banyak kalangan, bukan hanya mereka yang berbadan prima.
Also Read
Mintonette pada awalnya dimainkan dengan aturan yang sangat sederhana. Intinya adalah melewatkan bola di atas net, tanpa batasan jumlah pemain atau sentuhan bola. Tapi, seperti temuan-temuan inovatif lainnya, permainan ini menarik perhatian. Seorang profesor di Springfield College kemudian menyarankan nama "bola voli" yang lebih menggambarkan gerakan utama permainan: melambungkan bola secara voli.
Perkembangan bola voli tidak berhenti di situ. Morgan kemudian menyusun aturan baku yang dipublikasikan pada tahun 1897 dalam Buku Pegangan Resmi Liga Atletik Asosiasi Kristen Amerika Utara. Aturan ini menjadi fondasi bagi perkembangan bola voli modern, termasuk ukuran lapangan, tinggi net, hingga sistem penilaian.
Dari gimnasium di Holyoke, Massachusetts, bola voli melesat menjadi fenomena global. Kesederhanaan aturan, kemudahan akses, dan sensasi permainan beregu yang menyenangkan, menjadikannya favorit banyak orang. Tidak hanya di Amerika Serikat, bola voli menyebar ke berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Kini, kita menyaksikan bola voli sebagai olahraga populer nomor dua setelah sepak bola di Indonesia, sebuah fakta yang menunjukkan betapa besar penerimaan masyarakat kita terhadap permainan ini. Lapangan voli sederhana di desa-desa, turnamen antar kampung, hingga kompetisi profesional yang ditayangkan di televisi, adalah bukti bahwa warisan William G. Morgan tetap hidup dan terus dinikmati oleh jutaan orang.
Kisah Morgan adalah contoh bagaimana sebuah ide sederhana dapat mengubah dunia olahraga. Dari pemikiran sederhana tentang solusi olahraga dalam ruangan, ia berhasil menciptakan sebuah permainan yang tak lekang oleh waktu. Bola voli bukan sekadar olahraga, tetapi juga manifestasi dari semangat kolaborasi, inovasi, dan persatuan. Sebuah pelajaran berharga bahwa kadang ide besar justru lahir dari kebutuhan yang sederhana.