Jogja Tengah Malam Sepi: Bukan Sekadar Mitos, Ini Aturan Jam Malam dan Fakta Klitih yang Perlu Kamu Tahu

Maulana Yusuf

Review & Rekomendasi

Mungkin kamu sering dengar atau bahkan merasakan sendiri, Yogyakarta di malam hari, khususnya tengah malam, terasa sepi. Bukan karena mistis atau hal gaib, tapi memang ada aturan yang mengatur pergerakan anak di bawah umur. Buat kamu yang penasaran, yuk kita kupas tuntas kenapa ada jam malam di Jogja dan apa hubungannya dengan fenomena "klitih" yang meresahkan.

Jam Malam Bukan Sekadar Larangan, tapi Perlindungan Anak

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 49 Tahun 2022 jadi landasan hukum jam malam yang melarang anak di bawah 18 tahun berkeliaran di luar rumah antara pukul 22.00 WIB hingga 04.00 WIB. Aturan ini bukan tanpa alasan, lho. Pemerintah Kota Yogyakarta punya tujuan mulia, yaitu melindungi anak-anak dan remaja dari potensi bahaya yang mengintai di malam hari.

Bayangkan, di usia yang seharusnya fokus belajar dan istirahat, mereka malah terpapar risiko kejahatan, pergaulan bebas, bahkan kekerasan. Jam malam ini adalah bentuk konkret perlindungan yang diberikan pemerintah untuk memastikan anak-anak tumbuh dengan aman dan sejahtera.

Klitih: Akar Masalah yang Bikin Jogja Harus Berbenah

Salah satu alasan utama adanya jam malam ini adalah maraknya fenomena "klitih". Klitih, yang dulu dikenal sebagai aktivitas mencari angin atau jalan-jalan santai, kini bermetamorfosis menjadi momok kejahatan jalanan yang dilakukan remaja. Mulai dari penyerangan dengan senjata tajam, kekerasan, hingga perbuatan meresahkan lainnya, semuanya terangkum dalam satu kata: klitih.

Data dari Polda Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan peningkatan kasus klitih dari 52 kasus di tahun 2020 menjadi 58 kasus di tahun 2021. Mirisnya, sebagian besar pelaku adalah pelajar. Ini jadi bukti bahwa masalah ini sudah mengakar kuat di kalangan remaja Jogja. Ironisnya, istilah "klitih" yang awalnya bermakna positif, kini justru identik dengan perilaku brutal.

Kenapa Klitih Bisa Terjadi?

Dari sudut pandang psikologis, kita bisa melihat klitih sebagai bentuk kegagalan remaja dalam menemukan identitas positif. Di usia 10-20 tahun, mereka sedang berada di fase pencarian jati diri, persis seperti yang dijelaskan dalam teori perkembangan psikososial Erikson. Jika mereka gagal menemukan identitas yang positif, mereka bisa terjerumus dalam kebingungan yang berujung pada tindakan agresif seperti klitih.

Teori ekologi Bronfenbrenner juga menjelaskan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi perilaku remaja. Pola asuh yang kurang tepat, pengaruh buruk teman sebaya, atau lingkungan sosial yang tidak mendukung, bisa jadi faktor pemicu tindakan klitih.

Selain itu, teori agresi juga bisa menjelaskan mengapa klitih terjadi. Remaja yang frustrasi dan merasa kebingungan melampiaskan emosi negatifnya melalui tindakan menyakiti dan mengancam orang lain. Klitih bagi mereka mungkin jadi pelarian dari ketidakpastian diri.

Upaya Pemerintah dan Masyarakat Mengatasi Klitih

Pemerintah dan masyarakat Jogja tidak tinggal diam menghadapi fenomena klitih. Berbagai upaya dilakukan, mulai dari patroli malam oleh Satpol PP, program Jaga Warga yang melibatkan masyarakat, hingga program konseling remaja yang diselenggarakan oleh DP3AP2 Sleman.

Yang perlu kita catat, mengatasi klitih bukan cuma tugas pemerintah. Kita sebagai masyarakat juga punya peran. Pengawasan dan pendampingan terhadap anak-anak dan remaja di lingkungan terdekat harus ditingkatkan. Orang tua juga perlu lebih aktif berkomunikasi dan memahami apa yang dirasakan anak-anaknya.

Tips untuk Kamu yang Mau ke Jogja

Buat kamu yang berencana liburan ke Jogja, perlu diingat beberapa hal penting:

  • Jam Malam: Jika kamu bepergian dengan anak di bawah 18 tahun, pastikan untuk tidak berkeliaran di atas jam 10 malam.
  • Arah Mata Angin: Warga Jogja sering menggunakan arah mata angin sebagai petunjuk arah. Pahami letak Gunung Merapi sebagai patokan.
  • Kuliner: Makanan di Jogja cenderung manis. Jika kamu tidak suka, coba bakmi godog atau pilihan lain.
  • Parkir: Siapkan uang lebih untuk parkir di tempat-tempat populer seperti Malioboro, karena harganya bisa melonjak.

Kesimpulan: Bukan Sekadar Aturan, Tapi Komitmen Bersama

Jam malam di Jogja bukan sekadar aturan yang membatasi, tapi sebuah komitmen bersama untuk melindungi anak-anak dan remaja dari bahaya. Fenomena klitih adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian dan solusi komprehensif dari semua pihak. Dengan memahami akar masalah dan berpartisipasi aktif, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman dan kondusif bagi generasi muda Jogja.

Baca Juga

9 Negara Paling Dibenci di Dunia: Konflik, Sejarah Kelam, hingga Isu Sosial

Dea Lathifa

Setiap negara, layaknya individu, memiliki sisi yang disukai dan tidak disukai. Namun, ada beberapa negara yang tampaknya lebih sering menjadi ...

Arya Mohan: Dari Anak Sekolah Gemas Hingga Bodyguard Jahil di Private Bodyguard

Sarah Oktaviani

Aktor muda Arya Mohan kini tengah mencuri perhatian publik lewat perannya sebagai Helga dalam serial "Private Bodyguard". Kemunculannya menambah daftar ...

Somebody Pleasure Aziz Hendra, Debut yang Mengoyak Hati Lewat Nada

Maulana Yusuf

Lagu "Somebody Pleasure" dari Aziz Hendra mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang. Namun, di kalangan pengguna TikTok, lagu ini ...

10 Rekomendasi Celana Dalam Pria Terbaik: Nyaman, Berkualitas, dan Harga Terjangkau

Husen Fikri

Bingung memilih hadiah untuk pria tersayang? Jangan khawatir, celana dalam bisa menjadi pilihan yang tepat! Selain berfungsi sebagai pakaian dalam, ...

20 Inspirasi Model Rambut Bob Pendek Wanita: Tampil Segar dan Stylish

Husen Fikri

Siapa bilang rambut pendek itu membosankan? Model rambut bob pendek justru menawarkan fleksibilitas dan kesan yang segar. Dari gaya yang ...

Alya JKT48: Biodata Lengkap, Fakta Menarik, dan Prediksi Masa Depan Sang Bintang Generasi 11

Annisa Ramadhani

Alya Amanda, atau yang lebih akrab disapa Alya JKT48, menjadi nama yang tak asing lagi di telinga para penggemar idol ...

Tinggalkan komentar