Di era digital ini, kita menyaksikan pergeseran teknologi yang luar biasa. Dulu, kita bergantung pada telepon rumah dan wartel, kini, gawai pintar ada dalam genggaman. Pergeseran serupa juga terjadi dalam spiritualitas. Jika dulu iman terpaku pada hukum dan aturan, kini, anugerah dan pimpinan Roh Kudus menjadi kompas hidup.
Perjanjian Lama, dengan segala hukum dan ketentuannya, kerap digambarkan sebagai tuntutan ketaatan sempurna bagi manusia yang jauh dari sempurna. Ini seperti aturan-aturan pada perangkat teknologi usang, yang terasa memberatkan dan tidak relevan lagi dengan zaman. Dalam konteks ini, Yesus hadir sebagai Imam Besar yang mempersembahkan diri-Nya sebagai kurban sempurna. Melalui ketaatan-Nya, kita yang percaya dibenarkan. Ini adalah esensi dari Perjanjian Baru.
Pergeseran ini bukan sekadar perubahan teks atau kitab suci. Lebih dalam lagi, ini adalah perubahan paradigma. Hukum Taurat, yang tertulis di loh batu, bergeser menjadi hukum yang tertulis dalam akal budi dan hati orang percaya. Firman Tuhan yang sebelumnya bersifat eksternal, kini menjadi internal. Seperti yang dinubuatkan Yeremia, kita mengenal Allah bukan lagi karena didikan manusia, tetapi karena bimbingan Roh Kudus yang ada dalam diri kita.
Also Read
Roh Kudus menjadi guru yang tak pernah berhenti mengajari kita (Yohanes 14:26). Ia memimpin kita bukan dengan aturan yang kaku, tetapi dengan hikmat dan kasih. Kita tidak lagi berjalan dalam ketakutan akan hukuman, tetapi dalam kemerdekaan yang sejati. Ini adalah perubahan mendasar dalam cara kita menghayati iman.
Martin Luther pernah menggambarkan perbedaan antara Perjanjian Lama dan Baru dengan sangat jelas: "Hukum Taurat berkata, ‘Lakukan hal ini,’ dan hal tersebut tidak pernah terlaksana. Anugerah berkata, ‘Percayalah akan hal ini,’ dan segala sesuatunya sudah diselesaikan." Ini adalah perbedaan antara usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan dengan menerima anugerah Allah yang sudah sempurna.
Lalu, bagaimana kita menjalani hidup ini? Apakah kita masih berpegang pada cara lama, yang berfokus pada ketaatan pada aturan dan ritual keagamaan? Ataukah kita memilih cara baru, yang berpusat pada anugerah dan pimpinan Roh Kudus? Hukum memang menuntut ketaatan dan menghukum pelanggaran, tetapi Roh Kudus justru memberikan hidup dan memerdekakan.
Renungan ini mengajak kita untuk merenungkan kembali perjalanan iman kita. Apakah kita masih terjebak pada aturan yang memberatkan, ataukah kita sudah melangkah dalam kebebasan dan bimbingan Roh Kudus? Pilihan ada di tangan kita. Marilah kita senantiasa membuka hati dan pikiran untuk menerima anugerah dan pimpinan Roh Kudus, agar hidup kita senantiasa dipenuhi damai sejahtera.