Film 365 Days: This Day, sekuel yang sangat dinanti dari 365 Days, kini menuai gelombang kritik pedas. Dirilis di Netflix pada 27 April 2022, film ini justru dianggap sebagai contoh nyata "kutukan sekuel". Banyak penonton kecewa karena film ini dianggap lebih buruk dari pendahulunya. Benarkah demikian? Mari kita bedah lebih dalam.
Kritik utama yang dilontarkan adalah bahwa film ini terlalu fokus pada adegan seks yang vulgar dan minim substansi. Alih-alih melanjutkan cerita dengan baik, 365 Days: This Day terkesan hanya ingin memamerkan adegan ranjang antara Laura dan Massimo, serta karakter baru bernama Nacho, tanpa narasi yang kuat. Adegan-adegan tersebut bahkan dianggap terlalu sering dan tidak relevan dengan alur cerita.
Banyak penonton juga mempertanyakan bagaimana Laura bisa selamat dari kecelakaan terowongan yang terjadi di akhir film pertama. Pertanyaan ini semakin memperjelas betapa buruknya alur cerita sekuel ini. Ketidaklogisan waktu, jalan cerita yang membingungkan, hingga adegan seks yang berlebihan membuat film ini terasa berantakan dan mengecewakan.
Also Read
Meskipun demikian, bukan berarti film ini tanpa kelebihan. Dari segi visual, 365 Days: This Day patut diacungi jempol. Penggunaan tone warna yang indah dan latar tempat yang memanjakan mata, setidaknya memberikan pengalaman menonton yang lumayan dari sisi estetikanya. Namun, tentu saja, visual yang menarik saja tidak cukup untuk menyelamatkan sebuah film jika cerita di dalamnya mengecewakan.
Lebih dari Sekadar Adegan Panas:
Melihat fenomena ini, kita perlu mempertanyakan kembali tujuan pembuatan sekuel. Apakah hanya untuk mengulang formula yang sama, atau memberikan pengalaman menonton yang lebih baik? Dalam kasus 365 Days: This Day, tampak jelas bahwa film ini gagal memenuhi ekspektasi penonton.
Film ini, dengan segala kekurangan narasi dan fokus yang berlebihan pada adegan erotis, seolah menegaskan bahwa beberapa film memang seharusnya tidak dibuatkan sekuelnya. Alih-alih memperdalam cerita dan karakter, sekuel ini justru merusak potensi yang dimiliki oleh film pertamanya.
Ending film yang mengisyaratkan adanya kelanjutan cerita tentu menimbulkan pertanyaan. Apakah sekuel selanjutnya akan bisa memperbaiki kesalahan 365 Days: This Day? Atau justru semakin terperosok dalam kubangan cerita yang berantakan dan hanya mengandalkan adegan panas? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.
Yang jelas, fenomena "kutukan sekuel" ini menjadi pelajaran penting bagi para pembuat film. Bahwa sebuah film tidak cukup hanya bermodalkan adegan erotis untuk bisa memikat hati penonton. Cerita yang kuat dan karakter yang menarik tetaplah menjadi kunci utama dari sebuah film yang berkualitas.