Kiprah AKBP Bambang Kayun di kepolisian yang tampak cemerlang, kini harus ternoda akibat kasus suap yang menjeratnya. Nama perwira menengah ini mendadak jadi sorotan publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait sengketa waris di Pontianak, Kalimantan Barat. Ironisnya, Bambang yang seharusnya menjadi penegak hukum, justru terjerat praktik korupsi dengan nilai fantastis, mencapai Rp56 miliar.
Bagaimana bisa seorang perwira dengan rekam jejak karir yang cukup panjang justru terjerumus dalam lingkaran korupsi? Mari kita telusuri jejak karir dan kronologi kasus yang menyeretnya:
Perjalanan Karir di Kepolisian:
Bambang Kayun memulai karirnya dari bawah, dengan berbagai penugasan di lapangan. Mulai dari tim Walet Dit Samapta Polda Metro Jaya hingga Pamapta Polres Metro Jakarta Utara, ia terus meniti karir. Jabatan sebagai Kanit Res Intel di Polsek Metro Tanjung Priok dan Pademangan menjadi bukti bahwa ia memiliki kemampuan investigasi yang mumpuni. Ia juga sempat menduduki posisi strategis di Lemdiklat Polri, serta memegang jabatan Kasubditklas Ditpamobvit Polda Kalsel dan Kasat Serse di Pontianak.
Also Read
Jejak karirnya terus berlanjut hingga menjabat sebagai Kasat I Dit Reskrim Polda Kalimantan Barat. Lalu, selama kurun waktu 2013 hingga 2019, ia dipercaya mengemban amanah sebagai Kasubbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri. Jabatan terakhir inilah yang kemudian mengantarkannya pada pusaran kasus suap.
Kasus Suap yang Mengakhiri Karir:
Bambang Kayun diduga menerima suap dari pasangan suami istri, Emilia Said dan Hermansyah, yang tengah bersengketa waris dengan ahli waris pengusaha Pontianak, almarhum H.M Said Kapi. Nilai suap yang diterima Bambang mencapai puluhan miliar rupiah. Dana tersebut diduga sebagai imbalan agar Bambang bisa mengamankan dan melindungi Emilia dan Hermansyah dari proses hukum yang menjerat mereka dalam kasus pemalsuan surat warisan.
Ironisnya, tindakan Bambang justru membuat kedua pelaku melarikan diri ke luar negeri dan hingga kini belum diketahui keberadaannya. Hal ini memperlihatkan bagaimana korupsi tidak hanya merugikan negara, namun juga menghambat proses penegakan hukum dan menciptakan ketidakadilan bagi pihak yang dirugikan.
Refleksi dan Dampak Kasus:
Kasus yang menjerat AKBP Bambang Kayun ini menjadi tamparan keras bagi institusi kepolisian dan penegak hukum di Indonesia. Bagaimana mungkin seorang perwira yang seharusnya menjadi teladan, justru terlibat dalam praktik korupsi? Kasus ini mengungkap betapa rentannya aparat hukum terhadap godaan suap dan gratifikasi, terutama ketika berhadapan dengan kasus yang melibatkan kepentingan materi yang besar.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat bahwa korupsi dapat terjadi di mana saja dan melibatkan siapa saja. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan praktik korupsi sangat dibutuhkan. Selain itu, reformasi dan perbaikan sistem internal di tubuh kepolisian menjadi keharusan untuk mencegah kasus serupa terulang di kemudian hari.
Kisah AKBP Bambang Kayun menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Bahwa jabatan dan kekuasaan tidak boleh disalahgunakan demi kepentingan pribadi. Integritas, kejujuran, dan profesionalisme harus menjadi landasan bagi setiap anggota kepolisian dan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Karena keadilan dan kebenaran tidak akan pernah bisa ditegakkan jika para penegaknya justru terlibat dalam praktik korupsi.