Di balik gemerlap sepak bola Eropa, tersembunyi kisah inspiratif para pemain yang merintis karier dari berbagai belahan dunia. Salah satunya adalah Ali Al-Habsi, kiper asal Oman yang perjalanannya dari lapangan kampung halaman hingga panggung sepak bola Inggris patut disimak.
Lahir pada 30 Desember 1981, Al-Habsi memulai perjalanannya di klub lokal Al-Nasr pada usia 17 tahun. Bakatnya kemudian mengantarnya ke tim nasional Oman U-19. Di sinilah, titik balik terjadi ketika John Burridge, mantan kiper Inggris, menemukan potensinya. Burridge, yang saat itu melatih di India, melihat bakat istimewa Al-Habsi.
Ketertarikan Burridge pada Al-Habsi adalah sinyal kuat. Ia melihat potensi besar dalam diri sang kiper. Bukan hanya dari segi fisik dan skill, tetapi juga etos kerja serta semangat yang membara. Al-Habsi sendiri memang punya ambisi besar untuk berkiprah di sepak bola profesional Eropa.
Also Read
Maka, pada 2003, impian itu mulai terwujud. Al-Habsi bergabung dengan klub Norwegia, Lyn Oslo. Tiga musim di Norwegia, ia tampil dalam 62 pertandingan, bahkan membawa Lyn menjadi runner-up Liga Norwegia pada 2004. Performa gemilangnya ini menarik perhatian Bolton Wanderers, klub Inggris yang kala itu berkompetisi di Premier League.
Namun, kepindahan pada Januari 2006 ke Bolton tidak berjalan mulus. Konflik internal klub membuat Al-Habsi sulit mendapat kesempatan bermain. Baru pada September 2007, ia melakukan debut, tampil memukau dalam kemenangan 2-1 di Piala Liga melawan Fulham. Dari situ, kepercayaan mulai didapatnya, dan ia bermain dalam 15 pertandingan selama musim 2007-2008. Ia bahkan sempat memperpanjang kontrak hingga 2013. Sayangnya, cedera yang menimpa kiper utama Bolton, Jussi Jääskeläinen, membuatnya kembali tergeser ke bangku cadangan.
Al-Habsi kemudian berlabuh ke Wigan Athletic pada 2010. Di sana, ia menemukan stabilitas yang lebih baik dan mencatatkan debut pada Agustus 2010 melawan Hartlepool United. Setahun kemudian, Al-Habsi secara permanen menjadi bagian Wigan dengan kontrak empat tahun. Meski sempat terancam oleh kedatangan kiper muda Spanyol, Joel Robles, ia terus menunjukkan kualitasnya di bawah mistar gawang.
Perjalanan Al-Habsi berlanjut ke Reading pada 2015, setelah menjalani masa percobaan. Kontrak dua tahun yang kemudian diperpanjang hingga 2019 menjadi bukti konsistensi performanya. Sebelum akhirnya mengakhiri karirnya di West Bromwich Albion pada 2019 dan pensiun pada 2020, di usia yang tak lagi muda.
Di luar lapangan, Al-Habsi adalah seorang Muslim yang taat. Ia mengakui bahwa agama memiliki peran besar dalam hidupnya. Dukungan orang tua, khususnya sang ibu Aza Al-Habsi, juga menjadi faktor penting dalam keberhasilannya. Fakta menarik lain, sebelum menjadi pesepak bola profesional, Al-Habsi pernah bekerja sebagai pemadam kebakaran di Seeb International Airport, Muscat setelah lulus SMA.
Kisah hidup Al-Habsi bukan sekadar perjalanan karier seorang pemain sepak bola. Ini adalah kisah tentang kegigihan, ketekunan, dan keberanian untuk mengejar mimpi. Ia membuktikan bahwa asal bukan penghalang untuk meraih prestasi di kancah internasional. Di tengah segala tantangan, Al-Habsi selalu mengedepankan nilai agama dan keluarga. Ia telah menemukan cinta sejatinya pada Basma Ali-Habsi, dan kini dikaruniai tiga orang anak.
Kisah Ali Al-Habsi ini adalah inspirasi bagi para pesepak bola muda, terutama mereka yang berasal dari negara-negara di luar tradisi sepak bola Eropa. Ini adalah bukti bahwa dengan kerja keras dan tekad yang kuat, semua impian bisa diraih.