Bakso, hidangan sejuta umat di Indonesia, tak pernah kehilangan penggemarnya. Di antara lautan penjual bakso, nama Baso A Fung mencuat sebagai salah satu brand yang dikenal luas. Namun, baru-baru ini, bukan hanya kelezatannya yang menjadi perbincangan, melainkan juga kontroversi yang melibatkan media sosial. Lantas, siapa sebenarnya sosok di balik kesuksesan Baso A Fung ini?
Adalah Arif Sunggono, seorang pria gigih yang memulai perjalanan bisnisnya pada tahun 1973. Jauh sebelum memiliki outlet megah, Arif mengawali usahanya dari nol, menjajakan bakso dengan gerobak pikul di Kota Pontianak. Kegigihan dan kelezatan baksonya lambat laun membuahkan hasil. Pada tahun 1985, ia membuka outlet pertama Baso A Fung di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta Barat, menandai babak baru dalam perkembangan bisnisnya.
Perjalanan bisnis Baso A Fung yang panjang ini nyatanya tak luput dari ujian. Baru-baru ini, jagat media sosial dikejutkan dengan unggahan seorang selebgram yang mencampurkan bakso A Fung dengan kerupuk babi. Sontak, unggahan tersebut menuai reaksi keras dari warganet, memicu perdebatan sengit tentang kehalalan produk tersebut.
Also Read
Menanggapi kontroversi yang berkembang, manajemen Baso A Fung Bali mengambil langkah tegas. Mereka menghancurkan seluruh peralatan makan di gerai Bandara I Gusti Ngurah Rai, termasuk 88 buah mangkuk, sebagai bentuk komitmen menjaga kehalalan produk mereka. Video penghancuran mangkuk tersebut juga diunggah ke media sosial sebagai bukti transparansi dan upaya validasi sertifikat halal.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa dalam era digital, citra sebuah brand dapat dengan mudah dipengaruhi oleh satu unggahan di media sosial. Baso A Fung, yang telah bertahun-tahun membangun reputasi, harus menghadapi ujian yang cukup berat. Meski demikian, langkah tegas yang diambil manajemen patut diapresiasi sebagai bentuk tanggung jawab terhadap konsumen.
Kejadian ini juga menjadi pelajaran bagi kita semua, baik pelaku bisnis maupun konsumen, untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Unggahan yang kurang dipikirkan matang bisa berakibat fatal bagi reputasi seseorang atau bahkan sebuah brand besar. Kontroversi Baso A Fung ini, pada akhirnya, menjadi cerminan bagaimana media sosial dapat memengaruhi persepsi dan kepercayaan masyarakat terhadap suatu produk.