Surabaya, [Tanggal Hari Ini] – Nama Budi Said, Direktur Utama PT Tridjaya Kartika Grup, tiba-tiba mencuat ke permukaan publik. Bukan karena bisnisnya yang menggurita, melainkan karena kemenangannya dalam sengketa hukum melawan PT Aneka Tambang (Antam). Ia berhasil memenangkan gugatan atas kekurangan pasokan emas yang nilainya mencapai 1,1 ton. Kisah ini bukan sekadar tentang transaksi jual beli, tapi juga tentang ketekunan seorang pengusaha dalam memperjuangkan haknya.
Budi Said, lahir di Surabaya pada 6 Mei 1964, dikenal sebagai sosok pengusaha sukses. Kiprahnya di dunia bisnis, khususnya melalui PT Tridjaya Kartika Grup, telah membawanya menjadi salah satu konglomerat di Indonesia. Di balik kesibukannya sebagai pebisnis, Budi Said juga memiliki hobi unik: mengoleksi emas. Kegemarannya ini pula yang kemudian membawanya pada perseteruan hukum dengan Antam.
Awal Mula Sengketa: Transaksi Emas yang Berujung Sengketa
Pada tahun 2018, Budi Said melakukan transaksi pembelian emas sebanyak 7.071 kilogram senilai Rp 3,5 triliun. Transaksi dilakukan dengan Eksi Anggraeni, seorang marketing Antam cabang Surabaya. Namun, kenyataan pahit harus ia telan. Dari total emas yang seharusnya ia terima, hanya 5.935 kilogram yang sampai di tangannya. Kekurangan pasokan sebanyak 1.136 kilogram ini tak kunjung dipenuhi oleh Antam.
Also Read
Merasa dirugikan, Budi Said mengambil langkah hukum. Pada Januari 2020, ia menggugat Antam di Pengadilan Negeri Surabaya. Ia menuntut ganti rugi materiil sebesar 1.136 kilogram emas atau uang setara harga emas saat putusan, serta ganti rugi immateriil sebesar Rp 500 miliar. Perjuangan hukum Budi Said pun menjadi perhatian publik.
Perjalanan Panjang di Meja Hijau: Dari Kalah Hingga Menang Telak
Perjalanan kasus ini bak roller coaster. Pengadilan Negeri Surabaya pada Januari 2021 mengabulkan sebagian gugatan Budi Said, memerintahkan Antam membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 817 miliar atau menyerahkan emas seberat 1.136 kilogram. Namun, kegembiraan Budi Said tidak bertahan lama. Pada Agustus 2021, Pengadilan Tinggi Surabaya membatalkan putusan tersebut dan menolak seluruh gugatannya.
Pantang menyerah, Budi Said mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dan pada Agustus 2021, perjuangan panjangnya membuahkan hasil. MA memenangkan Budi Said dan menghukum Antam membayar ganti rugi materiil sebesar 1,1 ton emas batangan atau uang setara Rp 1.109.872.000.000. Namun, Antam tak berdiam diri. Mereka mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA.
Namun, takdir berpihak pada Budi Said. Pada September 2021, MA menolak PK yang diajukan Antam, mengukuhkan kemenangan Budi Said dalam sengketa emas tersebut. Budi Said resmi menjadi pemenang dalam gugatan 1,1 ton emas terhadap Antam.
Pelajaran dari Kasus Budi Said
Kasus ini bukan sekadar tentang sengketa bisnis. Ada beberapa pelajaran berharga yang bisa dipetik:
- Ketekunan Membuahkan Hasil: Budi Said menunjukkan kegigihan dalam memperjuangkan haknya, meski sempat kalah di tingkat banding. Ia tidak menyerah dan terus berupaya hingga akhirnya memenangkan perkara di MA.
- Kekuatan Hukum: Kasus ini membuktikan bahwa hukum adalah jalan terakhir bagi siapa pun yang merasa dirugikan, bahkan jika lawannya adalah perusahaan besar.
- Kehati-hatian dalam Transaksi: Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak, terutama pengusaha, untuk lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi, terutama yang melibatkan nilai besar.
- Transparansi dan Akuntabilitas: Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sebuah perusahaan, termasuk perusahaan BUMN seperti Antam.
Kemenangan Budi Said menjadi preseden penting dalam dunia hukum dan bisnis di Indonesia. Kasus ini membuktikan bahwa keadilan tetap bisa ditegakkan bagi mereka yang gigih memperjuangkannya. Budi Said, seorang pengusaha yang juga kolektor emas, telah menorehkan sejarah baru dalam dunia hukum Indonesia.