Siapa sangka, di balik sosok ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dikenal kharismatik, tersimpan cerita menarik tentang seorang dokter berdarah Gorontalo? Ya, dialah Dr. Radjiman Wedyodiningrat, sosok penting yang namanya mungkin tak sepopuler tokoh proklamator, namun perannya tak kalah vital dalam meletakkan fondasi kemerdekaan Indonesia.
Lahir di Yogyakarta pada 21 April 1879, Radjiman tidak hanya seorang dokter yang mumpuni, namun juga seorang aktivis pergerakan yang memiliki visi jauh ke depan. Ayahnya, Sutodrono, mungkin tak pernah menyangka bahwa putranya akan menjadi salah satu tokoh sentral dalam sejarah bangsa. Sementara darah Gorontalo dari sang ibu, menambah warna unik pada identitasnya sebagai seorang putra Indonesia. Kehadirannya menjadi bukti bahwa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan keberagaman, dan para pahlawan lahir dari berbagai latar belakang.
Jejak karirnya sebagai dokter tidak membuatnya jauh dari hiruk pikuk pergerakan nasional. Sebagai anggota Budi Utomo, Radjiman aktif menyuarakan aspirasi kemerdekaan melalui jalur organisasi. Pemikirannya yang cerdas dan wawasannya yang luas, membuatnya dipercaya memimpin BPUPKI, sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang pada 1 Maret 1945 dengan nama Dokuritsu Junbi Chosakai.
Also Read
Pembentukan BPUPKI, yang meski diinisiasi oleh Jepang, ternyata menjadi momentum emas bagi bangsa Indonesia. Di sinilah para tokoh bangsa berkumpul, berdiskusi, dan berdebat untuk merumuskan dasar negara, UUD, dan segala hal yang berkaitan dengan sistem pemerintahan Indonesia yang merdeka. Di bawah kepemimpinan Radjiman, BPUPKI tidak hanya menjadi wadah untuk "mengamini" keinginan Jepang, namun menjadi ruang perdebatan yang dinamis, melahirkan berbagai gagasan dan perspektif yang berbeda.
Fokus utama BPUPKI adalah mengkaji bentuk dasar negara yang paling sesuai dengan kondisi sosial dan budaya Indonesia. Mereka menyadari bahwa kemerdekaan bukan hanya sekadar lepas dari penjajahan, namun juga membangun sistem pemerintahan yang benar-benar mewakili dan menyejahterakan rakyat. Radjiman, sebagai seorang dokter yang terbiasa mengamati dan menganalisis gejala penyakit, tentu juga menggunakan pendekatan yang sama dalam melihat masalah bangsa. Ia tidak tergesa-gesa mengambil keputusan, namun selalu mengedepankan musyawarah dan mufakat.
Radjiman Wedyodiningrat bukan sekadar ketua BPUPKI, ia adalah representasi dari semangat perjuangan, keilmuan, dan keberagaman Indonesia. Kisahnya mengingatkan kita bahwa kemerdekaan adalah hasil dari kerja keras dan pemikiran banyak orang, yang mungkin namanya tidak selalu terukir di buku sejarah, namun kontribusinya tak ternilai harganya. Dari seorang dokter berdarah Gorontalo, lahirlah seorang negarawan yang ikut meletakkan batu pertama bagi Indonesia merdeka. Ini adalah kisah yang perlu terus kita ceritakan, agar generasi penerus bangsa tidak melupakan akar sejarahnya.