Kasus penganiayaan yang menewaskan Dini Sera Afrianti, seorang TikToker, menyeret nama Edward Tannur, ayah dari pelaku, Ronald Tannur. Edward, yang juga seorang anggota DPR RI dari Fraksi PKB, kini menjadi sorotan publik. Mari kita telaah lebih dalam profil dan sepak terjangnya di dunia politik dan bisnis, serta bagaimana kasus anaknya ini memengaruhi posisinya.
Edward Tannur, seorang pengusaha yang telah malang melintang sejak 1980-an, memiliki bisnis konstruksi yang didirikannya pada 1983. Ia juga menjabat sebagai direktur Swalayan Tulip sejak 1980. Namun, kiprahnya tidak hanya terbatas pada dunia bisnis. Edward juga aktif di dunia politik, bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Perjalanannya di PKB cukup panjang dan berliku. Dimulai dari DPC PKB pada tahun 2006, ia juga pernah menduduki posisi penting di DPRD Kabupaten Timor Tengah Utara. Tercatat ia pernah menjabat sebagai anggota legislatif Kabupaten Timor Tengah Utara periode 2005-2009, Ketua Komisi C DPRD Kab. Timor Tengah Utara periode 2004-2007, hingga Ketua Fraksi PKB periode 2004-2009. Pengalaman ini menunjukkan bahwa Edward bukan pemain baru di kancah politik daerah.
Also Read
Puncak karir politiknya terjadi ketika ia berhasil terpilih menjadi anggota DPR RI dari daerah pemilihan NTT II pada Pemilu 2019. Di Senayan, Edward menjabat sebagai anggota Komisi IV, yang membidangi pertanian, lingkungan hidup, kehutanan, dan kelautan. Kehadirannya di komisi ini menunjukkan bahwa ia memiliki perhatian pada isu-isu krusial yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Namun, kini bayang-bayang kasus penganiayaan yang dilakukan putranya, Ronald Tannur, menghantui karir politiknya. Ronald, yang diduga melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti, telah dijerat dengan pasal berlapis, yaitu pasal 351 ayat 3 KUHP dan 359 KUHP dengan ancaman hukuman penjara hingga 12 tahun. Kasus ini tidak hanya menjadi pukulan berat bagi keluarga korban, namun juga menjadi ujian bagi integritas Edward Tannur sebagai wakil rakyat.
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI telah mengadakan rapat internal untuk menindaklanjuti kasus ini. Rapat ini bertujuan untuk menentukan apakah ada pelanggaran kode etik yang dilakukan Edward terkait kasus yang menjerat anaknya. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah, sejauh mana tanggung jawab seorang ayah, yang juga merupakan pejabat publik, terkait tindakan pidana yang dilakukan anaknya?
Kasus ini menjadi pengingat bahwa jabatan publik tidak menjamin seseorang terbebas dari masalah pribadi dan keluarga. Lebih dari itu, kasus ini juga menunjukkan bahwa citra seorang pejabat publik akan sangat dipengaruhi oleh tindakan anggota keluarganya. Masyarakat akan terus menyoroti bagaimana Edward Tannur menyikapi kasus ini dan apakah ia mampu menjaga integritasnya sebagai anggota dewan.
Bagaimana kelanjutan kasus ini? Apakah Edward Tannur akan dinyatakan melanggar kode etik? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya. Satu hal yang pasti, kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak tentang pentingnya menjaga etika, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam jabatan publik.