Debat antar calon presiden dan wakil presiden kian memanas, tak hanya soal visi-misi, tapi juga soal istilah-istilah baru yang dilemparkan ke publik. Salah satu yang mencuri perhatian adalah "greenflation" yang dilontarkan oleh cawapres Gibran Rakabuming. Istilah ini, yang masih asing di telinga sebagian besar masyarakat, ternyata menyimpan makna mendalam tentang transisi ekonomi hijau dan dampaknya pada harga-harga.
Memahami Greenflation: Inflasi di Era Hijau
Secara sederhana, greenflation atau inflasi hijau adalah kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi sebagai akibat dari peralihan menuju ekonomi yang lebih ramah lingkungan atau net-zero. Konsep ini muncul karena upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan mengatasi perubahan iklim, yang ternyata berimbas pada kenaikan biaya produksi dan harga.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Beberapa faktor utama penyebab greenflation adalah:
Also Read
- Keterbatasan Pasokan Akibat Investasi di Sektor Hijau: Transisi ke energi terbarukan membutuhkan investasi besar-besaran, sementara investasi di sektor pertambangan yang menghasilkan bahan baku energi konvensional cenderung menurun. Hal ini dapat menyebabkan kelangkaan pasokan dan kenaikan harga bahan baku seperti logam dan mineral. Contohnya, pembatasan peleburan aluminium di China demi target netralitas karbon yang justru berimbas pada pasokan global.
- Peningkatan Biaya Produksi: Penerapan praktik pertanian ramah lingkungan, meski baik untuk bumi, juga dapat meningkatkan biaya produksi. Metode pertanian yang lebih berkelanjutan, seperti penggunaan pupuk organik atau pengurangan pestisida kimia, dapat menghasilkan panen dengan biaya yang lebih tinggi. Akibatnya, harga bahan pangan pun ikut naik.
- Investasi Energi Terbarukan yang Belum Skala Besar: Pembangkit listrik tenaga angin dan surya memang semakin kompetitif, bahkan lebih murah dibanding bahan bakar fosil. Namun, investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkannya secara skala besar masih sangat besar. Di Amerika Serikat misalnya, diperkirakan membutuhkan triliunan dolar untuk beralih sepenuhnya ke energi terbarukan. Selama transisi ini, biaya energi secara keseluruhan bisa jadi lebih tinggi.
Lebih Dari Sekadar Kenaikan Harga
Greenflation bukan hanya sekadar kenaikan harga. Ini adalah cerminan dari kompleksitas transisi ekonomi hijau. Di satu sisi, kita ingin mengurangi dampak buruk perubahan iklim, tetapi di sisi lain, kita juga menghadapi tantangan inflasi yang dapat membebani masyarakat.
Perlu diingat bahwa greenflation ini adalah fenomena yang dinamis dan masih menjadi perdebatan di kalangan ekonom. Belum ada definisi yang baku, namun intinya adalah implikasi ekonomi dari pergeseran menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan. Perdebatan ini penting, karena hal ini mengisyaratkan bahwa transisi ekonomi hijau tidak bisa terjadi tanpa perencanaan yang matang dan komprehensif.
Implikasi dan Solusi
Greenflation adalah tantangan nyata. Namun, bukan berarti kita harus mundur dari upaya pelestarian lingkungan. Yang perlu dilakukan adalah:
- Investasi Cerdas dan Efisien: Pemerintah dan swasta perlu berinvestasi secara cerdas dan efisien dalam pengembangan energi terbarukan dan teknologi hijau lainnya.
- Pengembangan Sistem Supply Chain yang Kuat: Pemerintah harus mengantisipasi kemungkinan gangguan pasokan dan mengembangkan sistem supply chain yang kuat dan berkelanjutan.
- Dukungan untuk Sektor Pertanian: Petani perlu didukung dalam transisi ke pertanian berkelanjutan agar tidak terjadi lonjakan harga yang terlalu tinggi.
- Edukasi dan Kesadaran Publik: Masyarakat perlu diedukasi tentang pentingnya transisi hijau dan implikasi ekonominya.
Istilah greenflation yang mengemuka dalam debat Pilpres 2024 ini menjadi pengingat bahwa isu lingkungan dan ekonomi saling berkaitan erat. Memahami konsep ini adalah langkah awal untuk mencari solusi yang tepat dan memastikan bahwa transisi menuju masa depan yang lebih hijau juga membawa kesejahteraan bagi semua.