Suami Kartika Putri, Habib Usman bin Yahya, mendadak jadi perbincangan hangat di media sosial setelah sang istri, Kartika Putri, memamerkan koleksi tas mewahnya yang bernilai fantastis. Pengakuan Kartika bahwa semua tas tersebut merupakan hadiah dari sang suami membuat banyak warganet penasaran dan bertanya-tanya mengenai sumber kekayaan Habib Usman.
Sebelum menikah dengan Habib Usman, Kartika mengaku hanya memiliki dua tas yang dibelinya sendiri. "Sebelum nikah tuh aku bener-bener orang yang nggak pernah beli tas. Semua dibeliin sama Habib," ungkap Kartika dalam sebuah video yang viral di TikTok. Pernyataan ini sontak memicu rasa ingin tahu publik, tak hanya tentang isi lemari tas Kartika, tetapi juga sosok Habib Usman di balik kemewahan tersebut.
Habib Usman dikenal sebagai seorang penceramah yang kerap tampil di berbagai program televisi religi, seperti "Damai Indonesiaku" dan "Islam Itu Indah". Selain itu, ia juga aktif di media sosial, berbagi kesehariannya melalui Instagram dan YouTube. Popularitasnya semakin meroket setelah menikah dengan Kartika Putri pada tahun 2018, setelah sebelumnya berstatus duda dengan tiga orang anak.
Also Read
Lantas, dari mana sumber kekayaan Habib Usman hingga mampu membelikan koleksi tas mewah untuk sang istri?
Penelusuran lebih lanjut mengungkapkan bahwa Habib Usman tidak hanya berprofesi sebagai pendakwah. Ia juga merupakan pemilik dan pimpinan Majelis Yahya Daarul Fhadhilah, sebuah lembaga pendidikan Islam di Cisarua, Bogor. Selain itu, sebagai seorang penceramah, Habib Usman juga kerap menerima undangan untuk mengisi acara-acara keagamaan, dengan honor yang tentu tidak sedikit.
Namun, di balik sorotan kemewahan yang tampak, ada beberapa hal menarik untuk diulik lebih dalam. Pertama, fenomena ini menunjukkan bahwa citra seorang tokoh agama tidak selalu identik dengan kesederhanaan materi. Di era modern, tokoh agama juga bisa memiliki kekayaan dan gaya hidup yang mewah, selama didapatkan dengan cara yang halal dan tidak melanggar norma agama.
Kedua, hal ini juga menjadi refleksi bagi publik mengenai persepsi tentang harta dan kebahagiaan. Apakah kemewahan selalu identik dengan kebahagiaan? Atau apakah kebahagiaan bisa ditemukan dalam kesederhanaan? Perdebatan ini tentu tidak akan pernah selesai, dan setiap orang memiliki pandangannya masing-masing.
Ketiga, yang tidak kalah penting adalah mengenai transparansi sumber kekayaan. Dalam kasus Habib Usman, sumber kekayaannya terbilang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun, hal ini juga menjadi pengingat bagi tokoh publik, terutama tokoh agama, untuk selalu transparan mengenai sumber kekayaannya agar tidak menimbulkan prasangka negatif di mata masyarakat.
Pada akhirnya, perbincangan tentang kekayaan Habib Usman dan koleksi tas mewah Kartika Putri membuka ruang diskusi yang lebih luas mengenai gaya hidup, status sosial, dan persepsi publik terhadap tokoh agama. Terlepas dari pro dan kontra, satu hal yang pasti, kisah ini akan terus menjadi perhatian publik dalam waktu dekat.