Kasus korupsi yang menjerat mantan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Henri Alfiandi, mengejutkan banyak pihak. Sosok yang dikenal sebagai purnawirawan TNI Angkatan Udara ini kini harus berhadapan dengan hukum atas dugaan suap dalam pengadaan alat deteksi korban reruntuhan. Bagaimana profil lengkapnya? Mari kita simak.
Lahir di Maospati, Magetan, Jawa Timur, pada 24 Juli 1965, Henri Alfiandi tumbuh dalam lingkungan keluarga yang dekat dengan dunia militer. Jejak karir militernya dimulai saat ia menempuh pendidikan di Akademi Angkatan Udara (AAU) dan lulus pada tahun 1988.
Setelah lulus dari AAU, Henri memulai perjalanan karirnya sebagai penerbang di TNI Angkatan Udara. Ia terus mengasah kemampuannya melalui berbagai pendidikan militer, termasuk Sekkau, Seskoau, dan pendidikan di Jerman, Lehrgang Generalstabs/Admiralstabsdienst Mit Internationaler Beteiligung (LGAI).
Also Read
Kiprahnya di TNI AU pun terbilang cemerlang. Henri tercatat pernah menduduki berbagai jabatan strategis, mulai dari Letnan Dua hingga mencapai pangkat Marsekal Madya TNI (Purn.). Salah satu jabatan penting yang pernah diembannya adalah Asops Kasau, sebelum akhirnya dipercaya menjadi Kepala Basarnas.
Jabatan Kepala Basarnas menjadi puncak karir Henri di militer. Sebagai orang nomor satu di lembaga pencarian dan pertolongan, ia bertanggung jawab penuh dalam mengkoordinasi operasi SAR, baik dalam bencana alam, kecelakaan transportasi, maupun situasi darurat lainnya. Namun, sorotan publik beralih setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Henri sebagai tersangka kasus dugaan suap. Tak sendiri, empat pejabat Basarnas lainnya turut terseret dalam kasus ini.
Penetapan tersangka ini menjadi ironi di tengah reputasi Henri sebagai seorang perwira tinggi TNI AU yang berpengalaman. Kasus ini juga menyoroti bagaimana praktik korupsi bisa menjangkiti berbagai lini, bahkan lembaga yang memiliki tugas mulia seperti Basarnas. Publik kini menanti proses hukum yang transparan dan adil, serta berharap kasus ini menjadi pelajaran berharga agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi kita semua bahwa integritas adalah hal yang paling penting dalam menjalankan tugas dan amanah. Harapan publik kepada figur-figur yang dipercaya mengemban tugas negara sangatlah besar, dan kepercayaan ini jangan sampai dikhianati oleh tindakan korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.