Lagu "Human" dari Christina Perri bukan sekadar alunan melodi yang menyentuh, tetapi juga sebuah jendela yang membuka sisi paling rapuh dari pengalaman manusia. Dirilis pada tahun 2014 sebagai bagian dari album "Head or Heart," lagu ini dengan cepat merebut hati pendengar karena kejujuran dan kedalaman emosinya. Lebih dari sekadar lagu pop biasa, "Human" menjelma menjadi himne bagi mereka yang pernah merasa lelah berusaha memenuhi ekspektasi dunia.
Melodi Keterbatasan dalam Setiap Lirik
Lirik lagu ini menggambarkan dengan gamblang bagaimana seseorang berjuang untuk menjadi "sempurna" di mata orang lain. "Aku bisa menahan napas, aku bisa menggigit lidahku," begitu Christina Perri membuka lagu, menggambarkan upaya keras untuk mengendalikan diri dan menyembunyikan kelemahan. Ini adalah representasi dari tekanan sosial yang seringkali memaksa kita untuk berpura-pura kuat dan tidak pernah salah.
Namun, di balik semua upaya itu, ada pengakuan yang jujur: "Tapi aku hanya manusia." Pengakuan ini adalah inti dari lagu ini. Bahwa di tengah segala upaya untuk menjadi sempurna, kita tetaplah makhluk yang rapuh, yang bisa berdarah saat terjatuh, yang bisa hancur dan merasa sakit hati. Penggunaan metafora "pisau di hati" saat mendengar kata-kata menyakitkan sangat efektif dalam menyampaikan rasa sakit emosional yang dialami.
Also Read
Christina Perri dengan cerdas menggambarkan siklus harapan dan kekecewaan. Ada saat di mana seseorang merasa mampu melakukan segalanya, "Aku bisa menahan beban dunia," namun pada akhirnya, kenyataan bahwa ia hanyalah manusia biasa, kembali menghantui. Pengulangan frasa "Aku hanya manusia" bukan sekadar penegasan, tetapi juga pelepasan. Ia seolah memberi izin pada diri sendiri untuk merasa tidak sempurna.
Lebih dari Sekadar Lagu, Sebuah Refleksi Diri
"Human" bukan sekadar lagu tentang kegagalan atau kesedihan. Lagu ini juga tentang penerimaan. Penerimaan bahwa kita punya batasan, bahwa kita tidak harus selalu kuat, bahwa merasa sakit atau jatuh adalah bagian dari menjadi manusia. Lagu ini seperti cermin yang memantulkan realita bahwa kita semua berjuang dengan ketidaksempurnaan kita sendiri.
Lagu ini mengajak kita untuk berhenti berusaha menjadi orang lain, berhenti memasang topeng di depan orang lain, dan berani mengakui bahwa kita hanyalah manusia biasa dengan segala kelebihan dan kekurangan. Pesan yang sangat relevan di tengah tekanan sosial untuk selalu tampil sempurna di media sosial.
Dampak dan Relevansi "Human" Hingga Kini
Meskipun dirilis hampir satu dekade lalu, "Human" tetap relevan hingga saat ini. Popularitasnya di platform streaming dan media sosial membuktikan bahwa pesan tentang penerimaan diri dan kerapuhan manusia adalah pesan yang abadi. Lagu ini bukan hanya sekadar pengakuan dari Christina Perri, tetapi juga pengakuan kita semua. Bahwa tidak apa-apa untuk merasa tidak baik-baik saja. Bahwa kita semua hanya manusia.
"Human" bukan sekadar lagu, melainkan sebuah pengingat yang berharga. Bahwa di tengah hiruk pikuk kehidupan dan tuntutan dari orang lain, kita tidak boleh melupakan kemanusiaan kita. Dan yang terpenting, bahwa kita tidak sendirian dalam menghadapi semua itu. Kita semua, hanya manusia.