Tokoh masyarakat memiliki ragam latar belakang dan jalan hidup yang unik. Salah satunya adalah Irwandi Yusuf, sosok yang namanya tak bisa dilepaskan dari sejarah Aceh. Lebih dari sekadar mantan gubernur, perjalanannya adalah kisah seorang aktivis, politikus, dan tokoh yang terus mewarnai dinamika provinsi paling barat Indonesia ini. Mari kita kenali lebih dekat sosok Irwandi Yusuf.
Lahir di Aceh pada 2 Agustus 1960, Irwandi Yusuf bukan nama baru dalam kancah politik Aceh. Sebelum terjun ke dunia pemerintahan, ia lebih dulu dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Bahkan, ia pernah menjabat sebagai Staf Khusus Komando Pusat Tentara GAM pada kurun waktu 1998 hingga 2001. Keterlibatannya dalam GAM membawanya pada masa sulit. Ia ditangkap TNI pada 2003 dan divonis 9 tahun penjara atas tuduhan makar.
Namun, takdir berkata lain. Bencana tsunami dahsyat yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 menjadi titik balik dalam hidupnya. Ia berhasil meloloskan diri dari penjara Keudah dan memilih untuk melarikan diri ke Swedia, menyusul para pemimpin GAM lainnya. Peristiwa ini menjadi babak baru dalam perjuangannya.
Also Read
Kembali ke Indonesia setelah perjanjian damai Helsinki ditandatangani pada 15 Agustus 2005, Irwandi Yusuf memutuskan untuk mengambil jalur politik. Ia kemudian mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh pada tahun 2007 dan berhasil memenangkan kontestasi dengan dukungan publik. Ia dilantik menjadi gubernur pada 8 Februari 2007, menjadi simbol harapan baru bagi Aceh yang baru saja pulih dari konflik dan bencana.
Namun, roda politik terus berputar. Setelah masa jabatannya habis pada 2012, ia sempat gagal dalam upaya kembali merebut kursi gubernur. Kegagalan ini tidak mematahkan semangatnya. Ia kembali maju pada Pilgub 2017, kali ini berpasangan dengan Nova Iriansyah, dan kembali meraih kemenangan dengan perolehan 989.710 suara. Kemenangan ini membuktikan bahwa Irwandi masih memiliki tempat di hati masyarakat Aceh.
Dalam perjalanan politiknya, Irwandi Yusuf didukung oleh beberapa partai politik, termasuk Partai Nasional Aceh (PNA), Partai Demokrat, PDI Perjuangan, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ini menunjukkan bahwa sosoknya cukup diterima oleh berbagai kalangan.
Di balik hiruk pikuk politik, Irwandi Yusuf juga seorang intelektual. Ia menamatkan pendidikan dokter hewan di Universitas Syiah Kuala pada 1987. Setelah lulus, ia sempat mengabdikan dirinya sebagai dosen sebelum kemudian melanjutkan pendidikan di College of Veterinary Medicine, Oregon State University. Pendidikan ini membentuk dirinya menjadi sosok yang tidak hanya kuat dalam politik, tetapi juga berwawasan luas.
Perjalanan hidup Irwandi Yusuf adalah potret dinamika Aceh itu sendiri. Dari seorang aktivis yang berjuang di medan perang, hingga menjadi pemimpin daerah yang terpilih dua kali, ia telah melalui berbagai macam fase kehidupan. Kisahnya mengajarkan bahwa perubahan adalah keniscayaan dan bahwa setiap individu memiliki peran yang berbeda dalam membentuk sebuah sejarah. Irwandi Yusuf, lebih dari sekadar mantan gubernur, adalah representasi harapan dan perjuangan masyarakat Aceh. Kiprahnya tentu akan terus menjadi perbincangan dan inspirasi bagi generasi mendatang.