Perayaan Tahun Baru Imlek tak pernah lepas dari kehadiran lampion berwarna merah. Ornamen khas ini bukan sekadar hiasan, namun menyimpan sejarah dan makna mendalam bagi budaya Tionghoa. Lampion-lampion merah menghiasi rumah, jalanan, hingga tempat ibadah, menciptakan suasana meriah yang tak terlupakan. Mari kita telusuri lebih dalam tentang sejarah, makna, dan asal usul lampion Imlek.
Dari Penerang Jalan hingga Simbol Kebahagiaan
Dalam bahasa Mandarin, lampion disebut "denglong," yang berarti "menerangi." Pada awalnya, lampion berfungsi sebagai penerang pada malam hari, dibuat dari bahan-bahan sederhana seperti bambu, jerami, kayu, dan kertas atau kain sutra. Di dalamnya, lilin menjadi sumber cahayanya. Lampion bukan sekadar alat penerangan, tetapi juga saksi bisu perkembangan perayaan Imlek dari masa ke masa.
Lampion mulai dikenal sejak Dinasti Han (25-220 Masehi). Kala itu, lampion digunakan untuk melapisi lampu dan penerangan. Peran lampion semakin berkembang ketika digunakan dalam ritual sembahyang di tempat ibadah setiap tanggal 15 pada bulan pertama kalender lunar. Tradisi ini kemudian menjadi cikal bakal Festival Lampion yang masih dirayakan hingga kini.
Also Read
Memasuki Dinasti Tang (618-907 Masehi), lampion mulai digunakan dalam perayaan yang lebih luas, menjadi simbol rasa syukur atas kehidupan yang damai. Lampion kertas mulai banyak digunakan, menggantikan bahan-bahan yang lebih tradisional. Dari sini, lampion tak lagi sekadar alat penerangan, tapi menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan budaya.
Mengapa Merah? Makna di Balik Warna Keberuntungan
Warna merah pada lampion bukanlah tanpa alasan. Dalam budaya Tionghoa, merah melambangkan kemakmuran, rezeki, dan persatuan. Warna ini juga dianggap membawa keberuntungan dan kebahagiaan. Lebih dari itu, warna merah pada lampion juga memiliki makna historis yang unik.
Legenda mengisahkan bahwa lampion merah dapat mengusir makhluk jahat bernama Nian, yang berwujud seperti banteng berkepala singa. Nian konon suka meneror penduduk, memakan hewan ternak, tanaman, bahkan anak-anak. Namun, Nian memiliki kelemahan: ia takut pada suara bising, warna merah, dan api.
Oleh karena itu, perayaan Imlek selalu didominasi warna merah, dengan lampion sebagai salah satu ornamen utamanya. Petasan dan kembang api pun dinyalakan untuk mengusir Nian, menciptakan suasana meriah sekaligus sarat makna.
Lampion di Era Modern: Lebih dari Sekadar Hiasan
Kini, lampion tidak hanya terbuat dari bahan-bahan tradisional. Berbagai inovasi muncul, dengan lampion yang hadir dalam berbagai bentuk, ukuran, dan bahan. Lampion kini menggunakan lampu LED, sehingga lebih aman dan hemat energi.
Lampion Imlek kini tidak hanya menjadi hiasan dalam perayaan, tapi juga menjadi daya tarik wisata dan bagian dari seni instalasi. Di berbagai kota, lampion dipasang dengan berbagai desain yang unik dan kreatif, memeriahkan suasana perayaan Imlek.
Lampion Imlek bukan hanya sekadar hiasan, tetapi juga simbol budaya yang sarat makna. Dari penerang jalan hingga pengusir makhluk jahat, lampion telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Tahun Baru Imlek. Mengetahui sejarah dan asal usulnya, membuat kita semakin menghargai keindahan dan kekayaan budaya Tionghoa.