Lulu Tobing, nama yang tak asing di dunia hiburan Indonesia, kembali menjadi sorotan. Bukan hanya karena kiprahnya sebagai aktris senior yang melambungkan namanya di era 90-an, tetapi juga karena gugatan cerai yang dilayangkannya kepada sang suami, Bani Mulia. Namun, di balik kabar perceraian, ada kisah menarik tentang perjalanan hidup dan pilihan gaya hidup Lulu yang patut kita simak.
Lulu, yang lahir di Cilacap, Jawa Barat, memulai karirnya setelah memenangkan ajang GADIS Sampul pada tahun 1992. Dari sana, ia merambah dunia sinetron, dengan debutnya di "Abad 21" pada tahun 1996. Perannya dalam sinetron fenomenal "Tersanjung" semakin memantapkan posisinya sebagai aktris papan atas. Tidak berhenti di layar kaca, Lulu pun mencoba peruntungan di layar lebar dengan film "Aku Ingin Menciummu Sekali Saja" pada tahun 2002.
Sempat vakum karena pernikahan, Lulu kembali menyapa penggemarnya melalui film "Dua Garis Biru" (2019) dan "Balada si Roy" (2023). Namun, di luar kesuksesannya di dunia akting, Lulu juga dikenal karena gaya hidupnya yang unik: slow living.
Also Read
Apa itu slow living? Ini adalah sebuah pendekatan hidup yang menekankan pada kualitas daripada kuantitas. Orang-orang yang menganut gaya hidup ini cenderung tidak mengejar ambisi dan lebih memilih untuk menikmati proses serta menghargai lingkungan sekitar. Lulu sendiri mengakui bahwa dirinya tidak memiliki ambisi besar dan ingin menjalani hidup dengan santai dan damai.
Gaya hidup slow living yang dipilih Lulu tercermin dalam cara dia memandang hidup. Ia lebih fokus pada penerimaan diri, mengurangi ketergantungan pada teknologi, dan memastikan setiap aspek hidupnya berfungsi dengan baik. Dalam dunia yang serba cepat dan kompetitif, pilihan Lulu ini bisa jadi merupakan sebuah oase.
Secara psikologis, gaya hidup slow living memang dikaitkan dengan kesehatan mental yang lebih baik. Tekanan untuk terus berlomba dan mencapai lebih sering kali memicu stres dan kecemasan. Dengan slow living, kita belajar untuk lebih bersyukur, menghargai momen-momen kecil, dan hidup lebih selaras dengan diri sendiri. Namun, tentu saja, gaya hidup ini tidak mudah diterima oleh semua orang, terutama bagi mereka yang terobsesi dengan kekayaan dan kesuksesan materi.
Di tengah berbagai sorotan, termasuk gugatan cerai yang sedang ia hadapi, gaya hidup slow living yang dijalani Lulu Tobing menjadi sebuah refleksi. Bahwa kebahagiaan dan kedamaian bisa ditemukan bukan hanya dalam pencapaian karir dan materi, tetapi juga dalam pilihan gaya hidup yang lebih menghargai proses dan diri sendiri. Lulu Tobing, dengan segala perjalanan hidupnya, mengajarkan kita untuk mencari keseimbangan dan menemukan makna hidup dalam kesederhanaan.