Film Mariposa, yang sempat ramai dibicarakan, memang menyuguhkan kisah cinta remaja yang ringan dan menghibur. Namun, jika kita sedikit mendalami, film ini ternyata menyimpan lebih dari sekadar adegan-adegan lucu dan romantisme khas anak SMA. Kisah Acha dan Iqbal bukan hanya tentang first love yang menggelora, tapi juga refleksi diri tentang ambisi, dukungan keluarga, dan bagaimana kita menghadapi perbedaan.
Seperti yang diceritakan dalam review sebelumnya, Acha adalah representasi remaja yang ceria, optimis, dan gigih. Ia tak hanya fokus pada cinta, tapi juga peduli pada pendidikannya dan memiliki tujuan yang jelas. Karakter Acha ini menjadi angin segar di tengah stereotip tokoh perempuan dalam film komedi romantis yang kerap digambarkan hanya terpaku pada urusan percintaan. Justru, semangat dan kegigihan Acha dalam mengejar cintanya, sejalan dengan ambisinya di bidang akademik, menjadi nilai tambah yang menginspirasi.
Di sisi lain, Iqbal dengan segala keterbukaannya, menghadirkan kontras yang menarik. Sifatnya yang pendiam dan cenderung dingin, ternyata bukan tanpa alasan. Tekanan dari keluarga, terutama ayahnya, untuk meraih prestasi akademik, membentuk karakternya yang tertutup. Ini menjadi cerminan bahwa tidak semua anak muda memiliki kebebasan yang sama dalam mengekspresikan diri. Ada kalanya ekspektasi keluarga menjadi tembok penghalang yang justru membuat mereka sulit berkembang.
Also Read
Perbedaan karakter keduanya, menjadi daya tarik utama film ini. Bagaimana Acha yang blak-blakan dan penuh inisiatif, berusaha menaklukkan hati Iqbal yang dingin dan sulit ditebak. Perjuangan Acha dalam meraih cinta Iqbal memang terasa lucu dan menggemaskan, namun juga menggambarkan tentang kegigihan dan keberanian dalam menghadapi penolakan. Ini memberikan pesan bahwa cinta tak selalu mudah didapatkan, namun dengan usaha yang tulus dan tak kenal menyerah, bukan tak mungkin kita bisa meraih apa yang kita inginkan.
Bukan cuma tentang cinta, film Mariposa juga menyoroti pentingnya peran keluarga, terutama ibu. Sosok ibu Acha, yang selalu hadir sebagai pendukung setia dan teman curhat, menjadi gambaran ideal bagaimana orang tua seharusnya bersikap. Dukungan tanpa syarat, motivasi yang tiada henti, dan kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik, adalah kunci dalam perkembangan anak remaja. Berbeda dengan Iqbal yang kurang mendapatkan ruang yang sama, menggambarkan bahwa dukungan keluarga adalah fondasi yang sangat krusial untuk membentuk karakter dan meraih tujuan.
Selain plot cerita yang relatable dengan kehidupan remaja, film ini juga dibungkus dengan komedi yang menghibur dan segar. Kehadiran teman-teman Acha dan Iqbal, dengan candaan dan celetukan khas remaja, menambah bumbu dan warna dalam alur cerita. Hal ini membuat film ini nyaman ditonton dan tidak membosankan.
Secara keseluruhan, Mariposa bukan hanya sekadar film komedi romantis remaja, tapi juga refleksi tentang diri, keluarga, dan bagaimana kita menghadapi perbedaan. Kisah Acha dan Iqbal adalah cermin bagi kita semua, bahwa cinta dan ambisi bisa berjalan beriringan, asalkan ada kemauan dan dukungan yang tepat. Mariposa, pilihan film yang pas untuk nostalgia masa SMA, sekaligus pengingat bahwa setiap kita punya jalan masing-masing untuk menggapai mimpi dan cinta.