Kasus Mary Jane Fiesta Veloso, terpidana mati asal Filipina atas kasus penyelundupan heroin di Yogyakarta, kembali mencuat. Bukan soal eksekusi, kali ini Mary Jane akan memberikan kesaksian penting dalam kasus perdagangan orang di negaranya. Kesaksian ini menjadi babak baru dalam perjalanan panjangnya di balik jeruji besi, yang penuh dengan ironi dan harapan.
Mary Jane, yang lahir pada 10 Januari 1985, tumbuh dalam kemiskinan ekstrem di Cabanatuan, Nueva Ecija, Filipina. Ia terpaksa putus sekolah dan menikah muda di usia 17 tahun. Menjadi ibu tunggal dari dua anak, ia berjuang keras mencari nafkah, bahkan sampai merantau ke Dubai sebagai pekerja rumah tangga. Pengalaman pahit percobaan pemerkosaan membuatnya kembali ke Filipina, namun takdir membawanya pada jalur gelap.
Pada April 2010, ia tergiur tawaran pekerjaan di Malaysia oleh Maria Kristina Sergio. Namun, alih-alih ke Malaysia, ia justru diarahkan ke Indonesia. Tanpa sepengetahuannya, koper yang dibawanya ternyata berisi 2,6 kilogram heroin. Ia ditangkap di Bandara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta pada 25 April 2010, dan vonis mati pun dijatuhkan kepadanya.
Also Read
Kisahnya kemudian menjadi sorotan internasional. Mary Jane bersikukuh bahwa dirinya korban, dijebak dalam jaringan perdagangan narkoba. Penundaan eksekusi matinya pada April 2015 memicu gelombang solidaritas global. Presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino III, turut campur tangan, memohon agar kesaksian Mary Jane didengar dalam kasus perdagangan orang yang melibatkan Maria Kristina Sergio dan komplotannya.
Kini, hampir satu dekade berlalu, Mary Jane kembali menjadi titik fokus. Pemerintah Filipina meminta kesaksiannya dalam kasus perdagangan orang yang telah menyeretnya ke dalam situasi yang mengerikan. Kesaksian ini akan disampaikan secara tertulis melalui mekanisme kerja sama bilateral, dan direkam dalam asesmen persidangan yang berlangsung di Yogyakarta pada 18-20 Januari 2024.
Keputusan ini memberikan secercah harapan bagi Mary Jane, yang telah lama mendekam di Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta. Kesaksiannya bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang jaringan perdagangan orang yang merusak kehidupan banyak orang, khususnya perempuan. Ini adalah pengakuan, meski terlambat, bahwa ia lebih dari sekadar kurir narkoba. Dia adalah korban, yang kini berjuang untuk keadilan, bukan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi korban lainnya.
Kasus Mary Jane Veloso ini mengingatkan kita akan kompleksitas kejahatan transnasional, yang seringkali memanfaatkan kemiskinan dan ketidakberdayaan sebagai celah. Kesaksiannya adalah pengingat bahwa setiap individu memiliki cerita, dan keadilan harus ditegakkan, tanpa memandang kewarganegaraan atau latar belakang sosial. Perjuangan Mary Jane adalah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan harapan bahwa kebenaran akan terungkap, meskipun dalam waktu yang panjang.