Lagu "Oke Gas 2" dari Richard Jersey mendadak viral, bukan karena melodi yang adiktif, melainkan karena statusnya sebagai anthem tak resmi bagi salah satu pasangan calon (paslon) dalam Pemilu kali ini. Fenomena ini sekali lagi membuktikan bahwa musik, terutama yang dikemas dalam format rap yang lugas dan berenergi, punya daya tarik tersendiri dalam menyusup ke benak pemilih, khususnya generasi muda.
Lirik lagu ini, seperti yang tertulis di atas, mengusung gaya bahasa yang blak-blakan dan penuh percaya diri. Kata-kata seperti "cepat kilat tapi tak sempit," "tak mampu bersaing silahkan pamit," atau "rapper ku kebal semua serangan" bukan hanya sekadar untaian rima, melainkan juga pernyataan sikap yang sejalan dengan citra yang ingin dibangun oleh paslon yang didukung. Ia menjadi representasi semangat yang meletup-letup dan tak gentar menghadapi berbagai rintangan.
Penggunaan frasa "Oke Gas" sendiri, yang menjadi jargon utama lagu, memiliki daya magis tersendiri. Ia sederhana, mudah diingat, dan memiliki konotasi positif yang diasosiasikan dengan semangat bergerak maju. Frasa ini kemudian menjadi catchphrase yang cepat menyebar di berbagai platform media sosial, dari TikTok, Instagram, hingga Twitter, lengkap dengan backsound dan video kreatif buatan warganet.
Also Read
Yang menarik, fenomena "Oke Gas" ini menyoroti bagaimana kampanye politik di era digital kini tak lagi kaku dan monoton. Musik, dengan segala variasinya, menjadi senjata ampuh dalam menjangkau pemilih, terutama mereka yang sudah jenuh dengan retorika politik yang berat dan membosankan. Musik memberikan sentuhan personal, emosional, dan lebih mudah dicerna.
Namun, penting untuk diingat bahwa daya tarik sebuah lagu kampanye tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas program dan visi misi yang ditawarkan oleh paslon. Musik hanyalah alat, dan efektivitasnya sangat bergantung pada bagaimana pesan-pesan politik diselipkan dan dikemas di dalamnya.
Fenomena "Oke Gas" juga menjadi pengingat bahwa media sosial adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia bisa menjadi platform yang efektif untuk menyebarkan informasi dan membangun dukungan. Di sisi lain, ia juga bisa menjadi arena perdebatan sengit yang dipenuhi narasi yang simpang siur. Oleh karena itu, di tengah riuhnya kampanye digital, setiap pemilih dituntut untuk lebih bijak dan kritis dalam menyaring informasi.
Lagu "Oke Gas" mungkin hanya satu dari sekian banyak fenomena yang akan muncul menjelang Pemilu kali ini. Namun, ia menjadi representasi yang kuat dari bagaimana musik, media sosial, dan politik saling bersinggungan dalam menciptakan dinamika kampanye yang semakin berwarna dan tidak terduga.