Pernahkah Anda mendengar istilah "rajah"? Mungkin kata ini terdengar asing di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia. Rajah, seringkali dikaitkan dengan dunia mistis, adalah benda mati yang dibuat oleh individu yang dianggap memiliki ilmu spiritual tinggi. Benda ini dipercaya mengandung kekuatan gaib. Lantas, bagaimana sebenarnya pandangan Islam mengenai rajah? Mari kita telusuri lebih dalam.
Rajah: Lebih dari Sekadar Gambar
Rajah bukanlah sekadar coretan atau gambar biasa. Ia terdiri dari rangkaian huruf, kalimat, dan simbol yang membentuk suatu pola tertentu. Dalam praktik penggunaannya, rajah seringkali dianggap sebagai jimat, yang dipercaya dapat memberikan keberuntungan, perlindungan, atau bahkan kekuatan supranatural. Uniknya, rajah sering ditulis dalam bahasa Arab, lengkap dengan angka, simbol, dan kode yang hanya dipahami oleh pembuat dan pemiliknya.
Rajah: Kajian Madaniyah, Bukan Syariat Islam
Menurut kajian keilmuan, rajah dikategorikan sebagai bagian dari tradisi Madaniyah, yaitu praktik-praktik yang berkembang di masyarakat pra-Islam. Dalam buku "Ilmu Hikmah Antara Karamah dan Kedok Perdukunan," rajah jauh dari unsur syariat Islam. Masyarakat Arab Jahiliyah meyakini bahwa setiap huruf hijaiyah memiliki kekuatan magis tersendiri. Keyakinan ini mendorong mereka untuk menulis huruf Arab dengan harapan mendapatkan kebaikan, terutama jika disertai ritual dan amalan tertentu. Padahal, praktik ini tidak memiliki landasan dalam ajaran Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Also Read
Hukum Rajah dalam Islam: Perdebatan yang Tak Berujung
Terkait hukum rajah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian memperbolehkannya, sementara yang lain mengharamkannya. Perbedaan ini seringkali menjadi celah bagi sebagian orang untuk membenarkan praktik penggunaan rajah atau jimat. Mereka beranggapan bahwa selama ada ulama yang memperbolehkan, maka tindakan mereka tidak salah.
Namun, penting untuk dipahami bahwa rajah dapat membawa mudharat, dan segala sesuatu yang mendatangkan mudharat, hukumnya adalah haram dalam Islam. Keyakinan terhadap kekuatan rajah, sekecil apapun, dapat dianggap sebagai pelanggaran akidah karena mengesampingkan keesaan Allah SWT.
Mengapa Rajah Berbahaya?
Bahaya rajah tidak hanya terletak pada potensi kesyirikan, tetapi juga pada ketergantungan dan hilangnya kepercayaan kepada Allah SWT. Pengguna rajah cenderung menggantungkan harapan dan keselamatan pada benda mati, bukan pada Allah SWT. Hal ini bertentangan dengan prinsip tauhid, yaitu mengesakan Allah SWT sebagai satu-satunya pencipta dan pengatur alam semesta.
Memahami Konteks yang Lebih Dalam
Penting bagi kita untuk memahami bahwa tradisi dan kepercayaan masyarakat dapat memengaruhi pandangan mereka terhadap rajah. Di satu sisi, rajah mungkin dianggap sebagai bagian dari kearifan lokal dan tradisi turun-temurun. Namun, di sisi lain, rajah bisa menjadi pintu gerbang menuju kesyirikan yang dilarang dalam agama Islam.
Oleh karena itu, kita harus bijak dalam menyikapi perbedaan pandangan terkait rajah. Kita perlu berpegang teguh pada Al-Quran dan hadis sebagai landasan utama, serta senantiasa mengedepankan prinsip tauhid dalam setiap tindakan dan keyakinan kita.
Kesimpulan
Rajah, meskipun mungkin terlihat sebagai tradisi yang menarik dan penuh makna, tetaplah menjadi isu yang sensitif dalam Islam. Perbedaan pendapat ulama mengenai hukumnya tidak menghilangkan fakta bahwa rajah berpotensi membawa mudharat dan melanggar prinsip tauhid. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk kembali pada ajaran agama yang lurus dan menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya sandaran hidup.