Jakarta, [Tanggal Hari Ini] – Jagat maya kembali dikejutkan dengan kasus pelanggaran hak cipta yang menyeret seorang selebriti TikTok, Vicky Hidayat alias Vicky Kalea. Pria yang dikenal dengan konten-konten parodinya ini harus berurusan dengan hukum setelah membuat video yang dinilai menyalahgunakan logo salah satu stasiun televisi swasta nasional. Kasus ini mencuat setelah video parodi berjudul "jasa bikin anak keliling" yang diunggah Vicky viral di platform TikTok.
Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes M Syahduddi, membenarkan penangkapan Vicky atas dugaan pelanggaran merek. Video parodi yang dibuat Vicky, menggunakan logo stasiun televisi swasta tersebut tanpa izin. Hal ini yang kemudian memicu laporan dari pihak terkait.
Vicky Kalea sendiri, bukan nama baru di dunia hiburan. Sebelum dikenal sebagai seleb TikTok, pria kelahiran 19 Juli 1993 ini telah malang melintang di dunia seni peran dan tarik suara. Vicky pernah terlibat dalam video klip "Pelangi di Matamu" milik Jamrud pada tahun 2016. Ia juga sempat bermain dalam beberapa judul serial televisi dan web series, seperti "Dikta dan Hukum", "I Love You Baby", dan "My Love My Enemy". Karirnya juga sempat merambah dunia modeling, bahkan pernah tampil di Mens Fashion Week Plaza Indonesia pada tahun 2020.
Also Read
Kasus yang menjerat Vicky ini menjadi sorotan karena beberapa alasan. Pertama, ini adalah contoh bagaimana konten yang dibuat dengan tujuan hiburan, dapat berujung pada pelanggaran hukum jika tidak memperhatikan aspek hak cipta. Kedua, kasus ini juga membuka diskusi mengenai etika dalam pembuatan konten parodi. Apakah penggunaan logo atau merek dagang tanpa izin dapat dibenarkan atas nama kebebasan berekspresi?
Ironisnya, kasus ini terjadi di tengah pesatnya perkembangan industri konten digital. Banyak kreator konten yang berlomba-lomba membuat konten viral demi popularitas, namun seringkali abai terhadap aturan dan batasan yang berlaku. Insiden yang dialami Vicky Kalea dapat menjadi pelajaran berharga bagi kreator konten lain untuk lebih berhati-hati dan menghargai hak kekayaan intelektual.
Setelah melalui proses pemeriksaan, akhirnya kasus ini diselesaikan melalui jalur damai atau restorative justice. Pihak Vicky mengajukan mediasi kepada Polres Metro Jakarta Barat, dan kedua belah pihak sepakat untuk berdamai. Hal ini menunjukkan bahwa hukum di Indonesia masih membuka ruang untuk penyelesaian konflik di luar jalur litigasi, terutama untuk kasus-kasus yang tidak menimbulkan kerugian yang besar.
Kasus Vicky Kalea ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi para kreator konten untuk lebih bertanggung jawab dan bijak dalam berkarya. Kreativitas memang penting, namun tidak boleh mengabaikan etika dan hukum yang berlaku. Kebebasan berekspresi juga harus dibarengi dengan kesadaran akan hak-hak orang lain.