Kepercayaan pada takhayul, yang kerap didefinisikan sebagai keyakinan irasional berdasarkan khayalan, nampaknya masih mengakar kuat di masyarakat kita. Meski zaman terus berkembang, mitos dan kepercayaan yang tak berdasar logika ini tetap lestari, bahkan di kalangan generasi muda. Lantas, apa sebenarnya yang membuat takhayul tetap eksis?
Takhayul Bukan Sekadar Cerita Anak-Anak
Takhayul seringkali diperkenalkan sejak dini, seperti contoh klasik “nasi menangis kalau tidak dihabiskan.” Tujuan awalnya mungkin baik, untuk menanamkan kebiasaan baik. Namun, alih-alih hanya sebagai alat mendidik, takhayul bisa berkembang menjadi keyakinan yang melekat. Saat dewasa, kita mungkin tidak lagi takut nasi menangis, tapi bisa jadi kita percaya pada mitos lain yang serupa.
Mencari Kontrol di Tengah Ketidakpastian
Salah satu alasan mengapa orang masih percaya takhayul adalah karena manusia memiliki kecenderungan untuk mencari pola dan makna, bahkan di tengah ketidakpastian. Dalam situasi sulit atau menegangkan, kita seringkali mencari sesuatu yang bisa dikontrol, atau setidaknya memberikan ilusi kendali.
Also Read
Ambil contoh kasus gelang keberuntungan. Seseorang yang merasa gugup saat presentasi mungkin mencari ‘pegangan’ agar merasa lebih percaya diri. Ketika presentasinya berhasil setelah memakai gelang tersebut, ia mengaitkan keberhasilan itu dengan gelang, padahal mungkin saja faktor lain yang lebih berperan. Peristiwa ini adalah contoh confirmation bias, di mana kita cenderung melihat dan mengingat hal-hal yang mendukung keyakinan kita, sambil mengabaikan bukti yang berlawanan.
Kecemasan dan Kebutuhan Akan Kepastian
Kecemasan juga memegang peranan penting. Psikolog menjelaskan bahwa tidak mengikuti ritual atau aturan tertentu (yang seringkali berakar pada takhayul) dapat memicu rasa khawatir. Ini terjadi karena takhayul menawarkan kepastian dan ketenangan semu di tengah ketidakpastian. Orang menciptakan ‘aturan’ dan ‘ramalan’ yang mereka yakini dapat menguntungkan, bahkan jika tidak ada bukti konkret. Ini menjadi cara untuk memuaskan diri dan mengurangi kecemasan.
Pengaruh Sosial dan Budaya
Takhayul juga seringkali diturunkan dari generasi ke generasi, menjadi bagian dari tradisi dan budaya. Kita mungkin tumbuh besar dengan mendengar cerita-cerita takhayul dari orang tua dan kakek-nenek. Hal ini membuat takhayul terasa ‘normal’ dan bahkan menjadi identitas budaya bagi sebagian orang.
Takhayul: Hiburan atau Hambatan?
Pertanyaannya, apakah takhayul selalu membawa dampak negatif? Tidak selalu. Bagi sebagian orang, takhayul bisa menjadi sumber hiburan dan bahkan menjadi penguat semangat. Namun, penting untuk diingat bahwa takhayul tidak boleh sampai mengontrol hidup kita. Ketika keyakinan pada takhayul menjadi berlebihan dan menghambat pengambilan keputusan yang rasional, inilah saatnya kita perlu meninjau kembali kepercayaan kita.
Menjaga Pikiran Tetap Terbuka
Di era informasi ini, penting untuk menumbuhkan pikiran yang kritis dan terbuka. Kita tidak perlu serta merta menolak semua hal yang tidak bisa dijelaskan secara logika. Namun, kita juga perlu berhati-hati terhadap keyakinan yang tidak didasarkan pada fakta dan bukti. Mari kita nikmati kekayaan budaya dan tradisi, termasuk di dalamnya cerita-cerita takhayul, tetapi tetap mengedepankan akal sehat dalam mengambil keputusan. Dengan begitu, kita bisa tetap maju tanpa terjebak dalam irasionalitas.