Kasus konten pornografi Dea OnlyFans masih terus bergulir, dan kali ini menyeret nama seorang komedian ternama, Marshel Widianto. Jika sebelumnya inisial "M" menjadi teka-teki, kini identitas tersebut telah terungkap. Marshel, komika kelahiran Jakarta 30 Mei 1996, diketahui sebagai sosok di balik pembelian konten eksklusif Dea.
Dea, konten kreator asal Malang yang lahir tahun 1998, memang tengah menjadi sorotan karena menjual foto dan video vulgar di platform OnlyFans. Popularitasnya di Instagram, dengan puluhan ribu pengikut, berbanding lurus dengan kontroversi yang ia ciptakan. Namun, di balik kontroversi tersebut, terkuak fakta bahwa ada sejumlah orang yang menjadi pelanggan setia kontennya, termasuk komedian Marshel Widianto.
Bukan hanya sekadar membeli satu atau dua konten, Marshel dikabarkan membeli langsung sebuah Google Drive yang berisi 76 konten video dan foto porno milik Dea. Fakta ini tentu mengejutkan publik, terutama para penggemar Marshel yang selama ini mengenal sosoknya sebagai komedian yang kerap tampil dengan guyonan polos dan ceplas-ceplos.
Also Read
Yang lebih mengejutkan lagi, Marshel dan Dea ternyata saling mengenal. Kedekatan personal ini menjadi salah satu alasan mengapa Marshel memilih membeli konten Dea secara langsung. Ini juga mengindikasikan bahwa praktik jual beli konten pornografi ini bisa terjadi dalam lingkaran pertemanan, tidak hanya antara penjual dan pembeli anonim.
Kasus ini memunculkan berbagai pertanyaan. Mengapa seorang komedian yang dikenal publik justru terlibat dalam pembelian konten pornografi? Apakah ini sekadar bentuk dukungan personal atau ada motif lain di baliknya? Di satu sisi, muncul dugaan bahwa ini adalah bentuk dukungan Marshel pada temannya, Dea. Namun, di sisi lain, tindakan membeli konten porno tetap merupakan sebuah tindakan yang melanggar hukum dan norma sosial.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi kita semua bahwa figur publik pun tidak luput dari sisi gelap internet. Popularitas dan ketenaran tidak menjamin seseorang terhindar dari perilaku yang berpotensi melanggar hukum. Lebih jauh, kasus Marshel dan Dea OnlyFans ini menjadi alarm bagi kita semua untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan platform digital lainnya.
Selain itu, kasus ini juga membuka diskusi tentang regulasi dan pengawasan terhadap platform-platform seperti OnlyFans. Meskipun platform ini memungkinkan para kreator untuk menghasilkan uang dari karya mereka, tidak dapat dipungkiri bahwa platform ini juga rentan disalahgunakan untuk hal-hal yang melanggar hukum, seperti perdagangan konten pornografi. Perlu ada upaya yang lebih serius dari pemerintah dan pihak terkait untuk mencegah dan menindak praktik-praktik ilegal di platform digital.